loader

Sengketa Sawit di Uni Eropa Masuk Tahap Konsultasi

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Pertemuan ini bertujuan membahas kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation (DR) Uni Eropa setelah permintaan konsultasi yang diajukan Indonesia pada 18 Desember 2019 disetujui.

Pertemuan konsultasi tersebut merupakan tahapan pertama dalam prosedur penyelesaian sengketa di WTO. Selain itu, pertemuan ini merupakan kesempatan Indonesia sebagai negara anggota WTO untuk mendapatkan informasi dari UE mengenai kebijakan RED II dan DR yang dianggap bertentangan dengan komitmen UE di WTO dan berpotensi menurunkan ekspor
Indonesia.

Adapun delegasi Indonesia terdiri dari perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, serta Tim Ahli dan Tim Kuasa Hukum Pemerintah Indonesia.

"Pemerintah Indonesia berharap dapat tercapai kesepakatan penyelesaian positif yang diterima kedua belah pihak dalam tahapan konsultasi. Namun, jika kesepakatan penyelesaian sengketa gagal tercapai, Indonesia sebagai negara penggugat dapat meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO untuk membentuk panel," ujar Jerry melalui keterangan tertulis, dikutip dari Medcom Senin (17/2/2020).

Indonesia Kirim 108 Pertanyaan 

Wamendag Jerry mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan dukungan dan perhatian kepada kasus sengketa sawit. Gugatan di WTO merupakan pembuktian Indonesia kepada forum internasional yang perlu dihormati terkait perdagangan.

"Presiden telah memberi arahan untuk tetap berjuang dan menjalani proses sengketa sawit di WTO dengan menggunakan dalil-dalil hukum dan bukti-bukti yang bersifat teknis dan ilmiah," tegas Jerry.

Saat ini, Perwakilan Tetap RI (PTRI) di Jenewa telah mengirimkan daftar pertanyaan ke pihak UE untuk dibahas pada saat pertemuan konsultasi. Daftar pertanyaan yang memuat 108 pertanyaan tersebut adalah hasil koordinasi antara kementerian/lembaga terkait, asosiasi/pelaku usaha kelapa sawit, tim ahli, dan tim kuasa hukum Pemerintah Indonesia.

Menurut Jerry, Indonesia menyengketakan UE di WTO karena memandang kebijakan RED II dan DR mendiskriminasi komoditas kelapa sawit dan produk turunan kelapa sawit (biodiesel). Hal ini tentu pada akhirnya mengganggu ekspor kelapa sawit ke pasar Uni Eropa dan merusak citra komoditas Produk pertanian ini di dunia internasional.

"Pemerintah Indonesia sangat keberatan dengan status risiko tinggi perubahan penggunaan lahan tidak langsung (high risk Indirect Land Use Change/ILUC) pada minyak kelapa sawit yang ditetapkan Uni Eropa. Hal ini berakibat impor minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel, dilarang di Uni Eropa. Tindakan diskriminasi ini harus dilawan Indonesia untuk mempertahankan ekspor produk minyak sawit," pungkas Jerry.

Share

Ads