loader

Ekspor Turun, GAPKI: Konsumsi Sawit Bisa Tertolong B30

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia ke Tiongkok berpotensi menurun terimbas penyebaran virus corona. Namun, hal itu berpeluang teratasi apabila pemerintah mengoptimalkan serapan minyak sawit sebagai bahan campuran biodiesel lewat program biodiesel 30% atau B30.

Wakil Ketua Umum GAPKI Togar Sitanggang mengatakan, hal tersebut  bisa menguntungkan Indonesia dalam  memenuhi kebutuhan B30. Apalagi, pemerintah juga bakal menguji coba program B40. Artinya, kebutuhan minyak sawit untuk pencampuran bahan bakar solar akan semakin semakin besar.

GAPKI mencatat, ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke Negeri Panda berkisar 5 juta ton pada 2019. "Misalnya potensi ekspor hilang 1 juta ton, adanya kebutuhan B30 dan B40 bisa menolong pasokan sawit dalam negeri," kata dia di Jakarta, dikutip daro CNBC Indonesia, Selasa (25/2/2020).

Meski begitu, ia menilai harga CPO tak akan melonjak drastis ke kisaran US$ 1.200 per ton. Namun, penguatan program biodiesel setidaknya diharapkan mampu menjaga harga CPO tetap di kisaran US$ 700-800 per ton.

Dia menjelaskan, ekspor CPO ke Tiongkok sebetulnya masih bergantung faktor musiman. Untuk saat ini misalmya, Tiongkok tak memerlukan pasokan CPO untuk memenuhi  kebutuhan minyak nabatinya lantaran Hari Raya Imlek telah berlalu. "Biasanya September-November, permintaan impor CPO dari Tiongkok melonjak," ujar dia.

Jika virus corona dapat diatasi pada April-Mei mendatang, Togar memperkirakan perekonomian Tiongkok bisa kembali pulih pada semester II. Dengan begitu, ada harapan  permintaan CPO ke Tiongkok akan meningkat setelahnya. 

Sedangkan, jika virus corona berlangsung lama, hal sebaliknya justru terjadi, yang mana konsumsi minyak nabati diproyeksi menurun. "Sawit itu kan masih urusan makanan. Kalau ekonomi dunia itu tidak kencang, maka konsumsi melambat," katanya.

Kasubdit Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Effendi Manurung mengatakan, produksi biodiesel saat ini mencapai 11,9 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, CPO yang diperlukan sekitar 9 ton.

"Hanya 17% produksi CPO yang sekarang digunakan untuk B30," ujar dia.

Ia pun memperkirakan, kebutuhan biodiesel saat implementasi biodiesel 50% (B50) pada 2021 akan mencapai 14 juta kiloliter. Dengan demikian, sebanyak 26% produksi CPO domestik pada tahun tersebut akan digunakan untuk B50.

Sebagai informasi, Tiongkok merupakan salah satu negara importir hasil perkebunan terbesar dari Tanah Air. Tercatat, pada tahun lalu ekspor minyak kelapa sawit dan minyak nabati mencapai tujuh juta ton. Sedangkan, produk-produk perkebunan lain mencapai 11 juta ton.

Sedangkan produksi CPO Indonesia berdasarkan data United States Departement of Agriculture (USDA) pada 2018 mencapai 41,5 juta ton dan diperkirakan akan meningkat menjadi 43 juta ton pada 2019.

Peningkatan produksi tersebut seiring bertambah luasnya lahan perkebunan sawit di tanah air menjadi sekitar 14 juta ha pada 2018 (angka sementara). Namun, peningkatan lahan tersebut diikuti pula penggundulan hutan serta sering terjadinya kebakaran hutan di sekitar perkebunan sawit.

Data USDA juga menunjukkan konsumsi minyak sawit domestik pada 2019 diperkirakan mencapai 12,75 juta ton atau sekitar 17% dari total konsumsi dunia yang mencapai 74,48 juta ton. Jumlah tersebut meningkat sekitar 1% dibanding tahun sebelumnya sebesar 12,63 juta ton.

Meningkatnya konsumsi minyak goreng dari masyarakat serta mandatori B20 (bahan bakar diesel dengan kandungan minyak sawit sebesar 20%) mendorong peningkatan konsumsi CPO nasional.

Share

Ads