loader

Tari Sada Sabai : Lambang Pengabdian Awal Sang Mantu yang Kian Tergerus Modernisasi

Foto

OKUT, GLOBALPLANET - Di atas panggung pelaminan, duduk manis dua anak manusia yang tengah berbahagia. Layaknya raja dan ratu sehari, seulas senyum terus keluar dari keduanya. Mereka menikah pagi itu.

Beragam rangkaian acara dijalani. Prosesi demi prosesi dilakoni. Tibalah akhirnya keduanya harus menjalani prosesi sebuah tarian adat. Belakangan, tarian ini merupakan sebuah penggambaran  ikrar antara kedua belah pihak sabai (besan) dalam rangka perkawinan anak mereka. Penarinya empat orang yang berfungsi sebagai Ketua Bujang Gadis, Injak, Suku, Kepala Adat dan Sabai. Musik pengiringnya adalah gong, keromong/kulintang, gendang dan tawak tawak.

Tari Sada Sabai, begitu penduduk sekitar yang telah turun temurun sejak zaman tetua di daerah Martapura OKU Timur telah melakukannya. Tarian adat yang dilakukan oleh kedua orang tua pasangan pengantin.

Dalam proses sakral tersebut, pelaku tari sada sabai ini melakukan gerakan gerakaN khusus yang serupa dengan Tari Milur. Baik itu pengantin dan kedua orang tua mereka masing masing.

Dalam gerakan tersebut, kedua ibu dari pengantin tangannya tidak boleh diangkat tinggi-tinggi yang dikhawatirkan akan memperlihatkan pangkal tangannya. Gerakan kedua orang tua tersebut harus mengikuti bunyi ketukan Kulintang, jika gong berbunyi  ini gerakan tangan akan membuang ke kiri maupun kekanan.

Kedua besan berhadapan, jika kedua orang tua laki-laki membuang ke kiri, untuk itu kedua orang tua perempuan membuang ke kanan, begitu juga sebaliknya.  Sedangkan mempelai laki-laki mengipas ke dua orang tua Perempuan, begitu juga sebaliknya.

Hal ini merupakan pengabdian awal sang mantu untuk mengabdi dan membahagiakan Kedua orang tua maupun mertuanya.

Ironisnya, sekarang kadang penggunaan dan gerakan Tari Sada Sabai kerap kali disalahgunakan menjadi tari gembira untuk kedua belah pihak beluarga besar yang cenderung gerakannya berupa joget yang diiringi dengan alunan irama Orgen Tunggal dan lagu gembira.

Menurut, Ketua Jaringan Masyarakat Adat Komering (JAMAK) OKU Timur H Leo Budi Rachmadi, SE tarian ini merupakan tradisi turun temurun yang harus dijaga. Terlebih, budaya Komering memiliki tradisi yang sangat banyak dan beragam.

"Kita sebagai generasi muda terus berupaya menjaga dan melestarikan budaya asli kita. Sudah tugas kita untuk terus menjaganya. Jika tidak digelar tentu anak anak muda di masa mendatang tidak akan mengetahui tradisi nenek moyangnya," pungkasnya.

Share

Ads