loader

Praktisi Komunikasi Sawit Tofan Mahdi Terbitkan Buku Pena di Atas Langit

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - “Masih bercerita tentang jalan-jalan ke mancanegara. Juga ada sedikit tulisan harapan tentang Indonesia. Dan tulisan yanh agak reflektif,” kata Tofan Mahdi dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (29/10).

Tofan mengatakan, buku Pena di Atas 2 berisi catatan ringan penulis saat mengunjungi beberapa negara. Misalnya tentang negeri jiran Singapura yang tidak memiliki potensi wisata alami tetapi sukses membangun ikon-ikon “kepalsuan” yang sukses menarik jutaan wisatawan. Juga ada catatan perjalanan ke Uni Emirat Arab, negara di Teluk yang maju, modern, dan beradab.

“Saya juga menulis tentang pengalaman haji dan umroh, catatan tentang Norwegia, juga masih ada tulisan tentang konflik Israel-Palestina. Tapi semua saya tulis dengan gaya bahasa yang ringan khas tulisan wartawan,” kata mantan Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos ini.

Buku Pena di Atas Langit 2 terbit 334 halaman. Terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu: Kala Melanglang Buana, Tentang Indonesia Tercinta, dan Menjaga Asa di Tengah Corona.

“Karena buku ini terbit pada saat kita masih berjuang melawan pandemik, ada juga beberapa tulisan pengalaman empiris dan refelktif tentang covid-19,” kata Tofan yang saat ini juga menjadi Tim Editor pada program Fellowship Jurnalis Perunahan Perilaku (FJPP) kerjasama Dewan Pers RI dengan Satgas Nasional Covid-19. Selain itu, Tofan Mahdi juga masih tercatat sebagai Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dan SVP Communication and Public Affairs PT Astra Agro Lestari Tbk.

Duta Besar RI di Singapura, Suryopratomo, memberikan apresiasi atas terbitnya buku Pena di Atas Langit 2. “Darah wartawan pada diri Tofan Mahdi membuat semua yang ia alami menjadi sesuatu yang menarik untuk ditulis,” kata Suryopratomo dalam Catatan Singkat Sahabat yang dimuat dalam buku tersebut.

Tofan berharap, buku Pena di Atas Langit 2 memperkaya khasanah literasi di Indonesia. Apalagi di tengah serbuan teknologi komunikasi digital, minat baca masyarakat semakin rendah. “Semoga semakin banyak masyarakat Indonesia yang kembali membaca buku,” kata pria kelahiran Pasuruan 47 tahun ini.

Share

Ads