loader

Ketum DPP APKASINDO Bahas Normalisasi Harga TBS Sawit dengan Moeldoko

Foto

BATAM, GLOBALPLANET - Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Dr Gulat ME Manurung MP,C.IMA,  menyampaikan sejumlah usulan kepada Jenderal TNI (Purn), Moeldoko, Kepala KSP RI, Jumat (24/6/2022). Usulan tersebut berisi tentang upaya mengembalikan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit kembali normal. 

“Situasi terkini perkelapasawitan Indonesia semakin memprihatinkan apalagi harga harga CPO Rotterdam terkoreksi dari US$1.450 per ton menjadi US$1.385 per ton pada Kamis kemarin (23 Juni).  Dari Posko Pengaduan Harga TBS di 22 Provinsi APKASINDO bahwa harga TBS petani swadaya sudah mendekati seribu rupiah (Rp1.127/kg)  dan petani bermitra Rp. 2.002/kg,” kata Gulat dalam pertemuan tersebut.

Dapat dikatakan, harga ini 24%-57% di bawah harga normal jika berdasarkan harga penetapan Dinas Perkebunan di 22 Provinsi Sawit APKASINDO.

Mendengar situasi ini, Moeldoko sempat terhenyak karena anjloknya harga TBS sawit petani. Selanjutnya, seperti diceritakan Dr. Gulat Manurung, Moeldoko langsung tegas mengatakan akan berjuang untuk mengembalikan harga TBS seperti kondisi normal.

“Sebagai Ketua Dewan Pembina APKASINDO, saya berjanji semaksimal mungkin membantu serta berjuang untuk mengembalikan kenormalan harga TBS Kalian Petani Sawit. Persoalan ini segera dilaporkan kepada Presiden Jokowi tentang usulan APKASINDO terutama opsi kedua tadi,” kata Moeldoko

Gulat bercerita Jenderal Moeldoko bahwa KSP sedang rapat Kordinasi berbagai kebijakan di Batam. “Sebagai pertanda saya bersama kalian petani sawit. Maka dalam lanjutan rapat koordinasi KSP siang ini, secara khusus kami bahas Harga TBS Petani Sawit dan usulan-usulan APKASINDO tentunya,” tegas Moeldoko.

Diceritakan Gulat bahwa Senin depan KSP akan mengundang Kementerian terkait untuk membahas mengenai beban-beban CPO yang terdampak kepada harga TBS Petani, seperti DMO, DPO, PE, BK, dan FO.

“Anjloknya harga TBS Petani akan menjadi fokus saya baik sebagai Kepala KSP, apalagi saya sebagai Ketua Dewan Pembina APKASINDO yang membawahi 22 Provinsi,” kata Moeldoko dengan tegas seperti diuraikan Gulat.

Moeldoko berpesan sebagai petani sawit “semangat patriotisme” jangan pernah turun.

“Saya sebagai Ketua Dewan Pembina Kalian, siap mengawal, berjuang dan mendukung Petani Sawit dari Aceh sampai Papua. Jangan takut saya ada bersama kalian”, ungkap Moeldoko mengakhiri pertemuan dengan Ketua Umum dan Sekjen DPP APKASINDO, Rino Afrino di sela-sela Rapat Kordinasi Kantor Staf Presiden di Batam.

Lalu seperti apa opsi kedua yang diusulkan APKASINDO? Sebelumnya bahwa pemerintah hanya ada tiga opsi, dan opsi itu harus dibuka  ke masyarakat umum. Opsi pertama, jika tetap menggunakan full beban seperti saat ini (PE+BK+DMO/DPO+FO), maka harga CPO Indonesia hasil tender KPBN akan jatuh pada angka kisaran Rp9.227/kg (belum potong pajak), dan setelah ditransmisikan ke harga TBS Petani menjadi Rp1.963/kg (jika rendemen TBS 21%).

Opsi kedua, jika beban hanya BK dan PE. Dimana BK diturunkan dari US$288/ton menjadi US$ 200/ton dan PE (Pungutan Ekspor) dari US$200 ditekan menjadi US$150 totalnya menjadi 350 USD, maka harga CPO Domestik Rp.15.111/kg CPO dan harga TBS Petani naik menjadi Rp3.200/kg.

Opsi Ketiga, jika CPO tanpa beban sama sekali, maka harga CPO Indonesia akan sama dengan harga Rotterdam dan harga TBS Petani menjadi Rp.4.050/kg TBS.

Jadi jika Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan tetap ngotot menjalankan opsi “full beban” (opsi pertama), maka harga TBS petani swadaya (non mitra) hari ini (24/6) praktis hanya berada diangka Rp.1.100-1400/kg.

Jadi apa beda Opsi pertama, opsi kedua dan opsi ke tiga ?. Bedanya hanya di beban saja. Sederhananya jika Opsi pertama dipilih maka beban TBS Petani itu Rp.2.087/kg (harga TBS Rp1.963). Jika Opsi kedua dipilih Kemendag dan Kemenkeu maka beban TBS itu Rp.835 (harga TBS Rp.3.215/kg).

Jika Opsi ketiga dipilih maka sama sekali TBS Petani tidak ada yang membebani atau setara dengan Rp.4.050/kg.”Namun Opsi ketiga ini tidak mungkinlah kami rekomendasikan dipilih pemerintah, karena negara butuh pemasukan dari BK dan BPDP-KS butuh dana dari PE untuk memutar dan menjalankan lima program BPDP-KS,” ujar Gulat.

Jadi Opsi kedua ini adalah opsi yang menghilangkan beban DMO, DPO dan FO, jadi hanya ada beban BK dan PE. Pilihan opsi kedua ini akan mewakili semua kepentingan.

Jadi semuanya tergantung Menteri-Menteri Pembantu Presiden, terkhusus Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Jika ingin mencapai keinginan Presiden Jokowi yaitu minyak goreng rakyat tersedia serta terjangkau sesuai harga HET, harga TBS Petani dibeli dengan harga wajar, Perusahaan mendapatkan kepastian dan negara mendapat devisa serta pajak dari ekspor CPO dan turunannya. Tentu opsi kedua adalah yang paling tepat saat ini.

“Kecepatan pemerintah memilih opsi kedua sangat dinanti dunia bukan hanya Indonesia” untuk menyelesaikan masalah semakin turunnya harga TBS petani. Gak ada pilihan lain, Pemerintah harus mencabut atau mengurangi beban di hilir karena beban di hilir yang menanggungnya adalah hulu” seperti BK, PE, DMO-DPO dan FO (flush-out),” ujar Dr Gulat ME Manurung MP,C.IMA, Ketua Umum DPP APKASINDO, ketika dihubungi saat di Batam.

Share

Ads