loader

Soal Sawit, Indonesia dan Malaysia Bersekutu Lawan Eropa 

Foto

PALEMBANG, GLOBALPLANET - Negeri Jiran, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, akhir pekan lalu mengatakan akan menghentikan ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa setelah blok tersebut memberlakukan pembatasan impor tambahan pada minyak nabati.

Uni Eropa (UE) mengungkapkan bahwa permasalahan dan kekhawatiran atas deforestasi yang terjadi karena operasional perkebunan kelapa sawit menjadi alasan utama pembatasan tersebut.

Hal tersebut sejatinya bukan permasalahan baru, Malaysia dan Indonesia telah bertahun-tahun berselisih dengan Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak sawit, yang menurut kedua negara merupakan tindakan proteksionis untuk industri biji minyak dalam negeri blok tersebut dan menyalahi aturan perdagangan.

Peraturan deforestasi UE merupakan aturan tambahan dari arah kebijakan energi terbarukan UE, yang diumumkan pada tahun 2018. Aturan deforestasi mensyaratkan penghapusan bahan bakar transportasi berbasis kelapa sawit secara bertahap pada tahun 2030.

Blok tersebut juga menyasar output minyak nabati dari kelapa sawit dengan aturan terpisah terkait batas keamanan pada kontaminan minyak nabati, ester 3-MCPD, yang memiliki dampak signifikan bagi minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lain.

Rentetan aturan tersebut membuat Malaysia - serta Indonesia - berang. Indonesia dan Malaysia yang secara total menyumbang 85% dari ekspor minyak sawit dunia, telah mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas arahan energi terbarukan tersebut.

Kedua negara tersebut mengatakan mereka telah mengambil sejumlah langkah untuk memenuhi persyaratan UE, termasuk meningkatkan standar sertifikasi minyak sawit serta meningkatkan standar perlindungan lingkungan dan keamanan pangan, tetapi UE disebut terus memberlakukan pembatasan baru.

Di lain pihak, pejabat UE mengatakan bahwa peraturan mereka tidak menargetkan satu negara pun dan ditujukan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak semakin mendorong deforestasi dan degradasi hutan.

Malaysia mengatakan akan membahas dengan Indonesia kemungkinan larangan dan strategi lain untuk mengatasi langkah-langkah UE, karena keduanya telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama untuk memerangi "diskriminasi" terhadap komoditas tersebut. Awal pekan lalu (9/1) Presiden Joko Widodo diketahui ikut membicarakan nasib komoditas sawit ketika bertemu Perdana Menteri Kerajaan Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Bogor.

Meski demikian masih belum jelas apakah Malaysia sedang mempertimbangkan larangan ekspor langsung ke Uni Eropa atau memilih untuk memberlakukan tarif. Namun, opsi apa pun yang dipilih memiliki potensi menjadi bumerang apabila tidak dipertimbangkan secara matang.

Melansir Reuters, sejumlah pihak di industri kelapa sawit melihat larangan yang diusulkan tersebut sebagai reaksi spontan yang kontra produktif dan dapat merugikan sektor tersebut. Sebagian lain turut memuji Malaysia karena dianggap mengambil tindakan tegas.

Saat ini pasokan ke UE menyumbang 9,4% dari volume ekspor Malaysia pada 2022 dan tercatat telah menurun sejak 2015, berdasarkan data Dewan Minyak Sawit Malaysia.

Pada 2022, ekspor Malaysia ke UE turun 10% dari tahun sebelumnya menjadi 1,47 juta ton atau anjlok 40% dari 2,43 juta ton pada tahun 2015. Sementara itu ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa tercatat lebih besar dibandingkan Malaysia, yakni mencapai 1,72 juta ton pada Januari-November 2022.

Asosiasi Biodiesel Malaysia tahun lalu mendesak pejabat industri untuk berdamai dengan penurunan pengiriman biofuel berbasis kelapa sawit ke UE.

Industri kelapa sawit berkontribusi atas sekitar 5% ekonomi Malaysia. Malaysia dalam beberapa tahun terakhir secara aktif menjajaki pasar baru untuk mengimbangi penurunan permintaan dari Eropa, termasuk ke negara-negara pengimpor pangan di Timur Tengah, Asia Tengah dan Afrika Utara.

Namun, permasalahan utama yang tidak bisa diselesaikan segera adalah terkait fakta bahwa beberapa perusahaan minyak sawit Malaysia yang terdaftar secara publik telah mendirikan kilang di Eropa dan larangan ekspor akan mengganggu operasi mereka.

 

Tim Riset CNBC Indonesia

 

Share

Ads