PALEMBANG, GLOBALPLANET - "Ketersediaan batu bara ini juga menjamin diversifikasi bisnis melalui hilirisasi batu bara," ujar Dirut Arviyan Arifin melalui Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk, Hadis Surya Palapa, Selasa (4/2/2020).
Selaku perusahaan, PTBA berkomitmen memberikan informasi terkait cadangan batu bara, sebagai bentuk keterbukaan informasi perusahaan. "Bentuk keterbukaan tersebut (juga) disampaikan Perusahaan melalui Laporan Tahunan Perseroan pada Website Perseroan www.ptba.co.id dan web Bursa Efek Indonesia," katanya.
Hilirisasai Batubara
Dengan cadangan yang besar, PTBA mewujudkan hilirisasi batu bara, dengan telah melakukan pencanangan hilirisasi di kawasan Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) Tanjung Enim pada Maret 2019, dengan menggandeng Air Products, perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang gasifikasi sebagai investor. "Rencanya di pabrik hilirisasi yang berada di kawasan inilah batu bara akan diubah menjadi produk lain dengan teknologi gasifikasi," katanya Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin.
Teknologi ini akan mengkonversi batubara muda menjadi syngas untuk kemudian diproses menjadi Dimethyl Ether (DME), Methanol, dan Mono Ethylene Glycol (MEG).
Proyek hilirisasi batubara ini direncanakan akan memproduksi 1,4 juta ton DME, 300 ribu ton Methanol, dan 250 ribu ton MEG. DME hasil hilirisasi ini bahkan dapat digunakan sebagai bahan baku LPG, sehingga dapat mengurangi impor gas untuk LPG. Saat ini studi kelayakan sudah selesai dan masuk ke tahap FEED dan EPC. Pabrik ini diharapkan dapat beroperasi di akhir 2023.
Melalui hilirisasi batubara, diyakini dapat mengurangi nilai impor gas Indonesia hingga sekitar US$ 1 miliar per tahun. Total investasi untuk pengembangan gasifikasi ini adalah US$ 3,2 miliar, dimana Air Products bertindak sebagai investor di bisnis Upstream dan Downstrem.
“Hilirisasi ini sesuai dengan corporate tagline kami Beyond Coal di mana Bukit Asam mulai melakukan transformasi untuk memberikan nilai tambah batubara dengan mengolah menjadi produk akhir seperti DME, Methanol, dan MEG,” ujar Arviyan Arifin.
Selain hilirisasi, Bukit Asam juga menjalankan proyek pengembangan PLTU yaitu PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 dan PLTU Feni Halmahera Timur. Berlokasi di Muara Enim, Sumatera Selatan, PLTU Sumsel 8 memiliki kapasitas 2x620 MW dan dikelola oleh PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan konsorsium antara Bukit Asam dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
Proyek PLTU yang telah ditandatangani antara PLN, Bukit Asam, dan HBAP pada 19 Oktober 2017 lalu, kini sedang berada pada tahap konstruksi. Tahap konstruksi sendiri telah dimulai pada Juni 2018 lalu. Untuk tahap konstruksi, diperkirakan memerlukan waktu selama 42 bulan untuk Unit I dan 45 bulan untuk Unit II. Commercial Operation Date (COD) ditargetkan pada tahun 2021 untuk Unit I dan tahun 2022 untuk Unit II dengan total kebutuhan batu bara sebesar 5,4 juta ton per tahun.
Sementara itu, PLTU Feni Halmahera Timur memiliki kapasitas 2x45 MW dan dibangun dengan semangat sinergi Holding BUMN Industri Pertambangan antara Bukit Asam dengan Antam. Hingga saat ini, feasibility study untuk proyek tersebut telah selesai dilakukan dan akan dilanjutkan dengan pembentukan Joint Venture Company. Diperkirakan akan dibutuhkan pasokan batu bara sebesar 330 ribu ton per tahun untuk keperluan PLTU Feni Halmahera Timur ini.