loader

Covid-19 dan Pergeseran Strategi Kampanye

Foto

PEMILIHAN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbolehkan pelaksanaan kampanye melalui rapat umum atau yang dikenal dengan kampanye akbar di Pilkada Serentak 2020. Namun, ada persyaratan ketat yang harus dipenuhi oleh para calon kepala daerah. Ketentuan mengenai kampanye akbar tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 yang terbit pada 7 Juli 2020 lalu.

Beberapa persyaratan yang harus dipatuhi antara lain soal kapasitas dan pelaksanaan protokol kesehatan. Kampanye akbar dilakukan di ruang terbuka dan diikuti oleh maksimal 50 persen dari kapasitas tempat. Para kandidat juga diwajibkan untuk berkoordinasi dengan pemerintah, gugus tugas penanganan Covid-19, aparat keamanan, hingga penyelenggara pemilu.

Penyesuaian situasi pendemi ini dapat dilihat pasal 64 PKPU No 6/2020, partai politik/ pasangan calon/ tim kampanye yang hendak menggelar kampanye akbar harus mengupayakan agar kampanye dilakukan media daring sebagai upaya menghindari penularan Covid-19. Kampanye akbar hanya dapat diselenggarakan secara nonvirtual di daerah yang telah dinyatakan bebas Covid-19.

Apabila kampanye akbar tidak dapat digelar secara virtual, ada sejumlah aturan yang harus dipenuhi penyelenggara kampanye. Di antaranya, dilakukan di ruang terbuka dimulai pukul 09.00 waktu setempat dan berakhir paling lambat pukul 17.00 waktu setempat dengan menghormati hari dan waktu ibadah di Indonesia. Kemudian, dilakukan di wilayah setempat yang telah dinyatakan bebas Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayah setempat.

Kemudian, membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 persen dari kapasitas ruang terbuka dengan memperhitungkan jaga jarak paling kurang 1 meter antarpeserta rapat umum. Pelaksanaan kampanye akbar wajib juga harus menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Perubahan pola ini diprediksi bakal merubah strategi kampanye calon kepala daerah akibat pandemi Covid-19. Pembatasan berkumpulnya massa dalam jumlah besar akibat penerapan jaga jarak ini membuat dua kutub strategi kampanye membesar. Kedua kutub tersebut yakni serangan udara dan perang gerilya (door to door). Untuk mengetahui penetrasi kedua kutub tersebut kita ulas satu persatu.

Pertama, kampanye udara. Dengan berkembangnya era digital, media sosial diprediksi menjadi salah satu alat (tools) kampanye yang paling masif dilakukan dalam operasi udara saat kontestasi pilkada. Selain berbiaya murah juga dinilai lebih efektif menjangkau sasaran yang diinginkan.

Hal ini juga didukung oleh data dimana pengguna internet / smartphone (telepon pintar) terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data SMRC pada Januari 2019 pengguna internet mencapai 52,6 persen dari total pemilih atau di atas 17 tahun. Begitu juga dengan pengguna internet yang melek politik terus mengalami peningkatan bahkan mengalahkan penggemar media konvensional dalam perbulannya. Per April 2019 sekitar 26 persen pemilih lebih memilih berita politik di internet melalui media sosial. Lalu seberapa efektif media sosial mempengaruhi opini publik dan dinamika pemilih dalam kontestasi pilkada.

Jika ini dilakukan tanpa memahami karakter kelompok penggunanya baik usia dan psikologi pemilihnya bisa dikatakan bakal menjadi mubazir. Mayoritas pengguna media sosial berada pada kelompok umur 17 - 35 tahun, ada juga menyebut 17 - 40 tahun yang sering dikatakan milenial. Kelompok usia ini berdasarkan data jumlahnya sekitar 55 persen dari total pemilih. Ini menunjukan kelompok tersebut sangat menentukan sekali tingkat keterpilihan kandidat jika bisa mampu mengelolanya dengan baik.

Adapun karakter usia ini diantaranya swing voters (pemilih mengambang) sangat besar. Kemudian rendahnya party ID atau kedekatan pada partai politik, masih rendah minat pada politik praktis serta pemanfaatan internet tinggi. Untuk itu branding pada kelompok ini tidak bisa asal-asalan serta membutuh topik (isu) yang tepat jika tidak ingin menguap begitu saja.

Rendahnya party ID dan masih rendahnya minat dunia politik memberikan gambaran (sinyal) pendekatan partai politik dan politik praktis kurang begitu efektif untuk meraih simpati kelompok ini. Tim kampanye kandidat jika ingin mendapat suara mereka dituntut untuk kreatif, melek teknologi dan paham akan kebutuhan kelompok tersebut. Untuk itu pemilihan cara, isu dan topik akan menjadi penting untuk penetrasi media sosial yang dikuatkan dalam struktur jaringan di lapangan.

Kedua, Kampanye Gerilya. Kampanye gerilya atau door to door diprediksi bakal menguat dan masif dilakukan kandidat mengingat ada pembatasan kampanye akbar akibat pandemi. Peningkatan daya gerilya politik ini sebagai upaya untuk menjangkau pemilih lebih banyak menggantikan atau menutupi media kampanye akbar. Kelebihannya door to door ini akan lebih dekat dengan pemilih namun bakal menguras energi baik tenaga maupun biaya politik.

Besarnya biaya politik ini diprediksi dikarenakan untuk menggerakkan jaringan politik di akar rumput hingga level desa. Daya masifnya gerilya sangat ditentukan jaringan simpul akar rumput yang juga harus kuat. Belum lagi dihadapkan pada problem sosial dampak pendemi Covid-19 seperti kemiskinan meningkat dan pengangguran. Hal ini membuat transaksi politik di akar rumput juga perlu diwasdai mengingat ada dugaan meningkatkan politik transaksional.

Media yang mungkin akan banyak dilakukan kandidat dalam kampanye gerilya ini yakni sosialiasi pendekatan identitas seperti kelompok-kelompok pengajian (majelis taklim), kelompok organisasi kesukuan dan kedaerahan. Kelompok majelis taklim ini menjadi salah satu yang diprediksi bakal paling banjir rayuan dalam kampanye door to door. Pasalnya hingga 9 Desember mendatang bakal banyak momen keagamaan yang bisa mengumpulkan massa untuk sekedar sosialisasi. Untuk itu kandidat yang mempunyai jaringan akar rumput yang kuat bakal lebih mudah penguasaan kampanye door to door ini untuk meningkatkan elektabilitas.

Dari dua media kampanye yakni kampanye udara dan kampanye gerilya yang diprediksi menguat, penguatan personal branding tetap pada penetrasi media massa dalam menerjemahkan gerakan dua entitas tersebut. Media massa seperti koran, media online, televisi dan radio memiliki peran sebagai upaya menguatkan personal branding, karakter tokoh dan topik kampanye.

Personal branding dari gerakan kampanye kandidat akan kurang lengkap jika tidak dikuatkan oleh media massa mengingat pemilih rasional dan pemilih milenial membutuhkan ini. Dan media online bakal menjadi media yang banyak digunakan dalam propaganda kampanye dengan melihat komposisi pengguna internet dan pemilih milenial yang semakin signifikan.

Sebagai penutup tulisan saya, dampak dari pandemi covid-19 diprediksi bakal merubah tema utama kampanye yang selama ini berkutat pada isu-isu populis seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Pergeseran ini diprediksi bakal terjadi dampak dari pandemi terutama masyarakat menengah - bawah yang bergeser pada topik ketahanan sosial sebagai solusi hadapi pandemi.

Ketahanan sosial yang sosial yang paling mendapat sorotan yakni ketahanan ekonomi dan ketahanan pangan. Karena ekonomi dan pangan inilah menjadi pondasi dasar masyarakat bisa bertahan dari dampak pandemi covid-19. Strategi calon kepala daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dan pangan akan sangat dinantikan. Apalagi saat ini di level nasional topik ini sudah menjadi perbincangan bagaimana soal negara menyiapkan ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi guna hadapi dampak dari krisis sosial Covid-19.

 

Penulis : Fatkurohman, CMT, S Sos, Jurnalis Pemerhati Politik dan Penulis Analisa Kajian Opini Publik di Rumah Citra Indonesia

Share

Ads