JAKARTA, GLOBALPLANET. -
Pasalnya, pesta demokrasi lima tahunan itu berpotensi menghasilkan penularan Covid-19 secara masif.
"Memaksakan Pilkada 2020 pada masa ancaman pandemi Covid-19 adalah tidak dapat dibenarkan," kata Abdul.
Abdul mengatakan, kebijakan memaksakan Pilkada hanya mendahulukan kepentingan elite politik. Keselamatan rakyat dikesampingkan dari kebijakan tersebut.
"Keselamatan jiwa rakyat identik dengan kedaulatan rakyat. Oleh karenanya keselamatan jiwa rakyat yang harus diutamakan, bukan kepentingan lainnya," lanjut dia.
"Tidak ada jaminan tidak ada penularan, walaupun diterapkan standar protokol kesehatan. Ingat budaya hukum masyarakat belumlah menguat," ungkap Abdul.
Di sisi lain, kata Abdul, kebijakan memaksakan Pilkada menunjukkan bahwa pemerintah tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Utamanya, tentang pencegahan penularan wabah Covid-19.
Dalam Pasal 14 ayat 1 aturan itu menyatakan bahwa kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk melakukan upaya penanggulangan wabah seperti tindakan pencegahan.
"Bukankah Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah pula menerbitkan dua Keppres terkait pandemi Covid-19, yaitu status kedaruratan kesehatan masyarakat dan status bencana nasional. Menjadi pertanyaan serius, di mana letak dan daya guna kedua Keppres tersebut?" pungkas dia seperti diberitakan JPNN.com, Jumat (2/10/2029).