loader

Representasi Perempuan di Parlementer Indonesia

Foto

NEGARA - di Asia Tenggara yang memiliki bentuk pemerintahan Republik dengan sistem demokrasi adalah Indonesia. Di sebuah negara demokrasi tentunya semua kalangan mempunyai hak untuk berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak memandang kelas sosial, agama, ras, gender dan berbagai macam identitas lainnya. 

Namun yang menjadi permasalahan selama perjalanan kesetaraan gender dalam kehidupan berpolitik yaitu belum sepenuhnya berpihak kepada perempuan. Kedudukan perempuan di ruang publik masih rendah karena untuk menjadi seorang pemimpin atau wakil, keberadaan perempuan masih dianggap remeh. Terjadinya perlakuan diskriminasi kepada kaum perempuan yang sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup 

Masih kentalnya kultur patriarki di kalangan masyarakat membentuk pemahaman bahwa laki-laki dalam semua ini kehidupan sebagai sosok yang dominan dan superior, ketidak adilan ini terbentuk dalam suatu stereotype dan bahkan kerap terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan. Melekatnya stereotype ini menjadikan perempuan dipandang sebagai mahluk yang hanya identik dengan kegiatan domestik atau rumah tangga sedangkan laki-laki dipandang sebagai sosok yang sentral dalam keluarga.

Indonesia menerapkansistem bicameral yang mana terwujud dalam dua kamar yaitu DPR dan DPD namun dalam perwujudannya fungsi DPD tidak terlalu kuat seperti DPR. Sistem pemilihan umumnya Indonesia menggunakan sistem Daftar Representasi Proporsional (Daftar PR). Sistem ini merupakan proses yang dimana setiap partai politik mengajukan daftar kandidat untuk daerah pemilihan dengan perwakilan majemuk sesuai dengan luas geografis daerah tersebut, sehingga untuk daerah yang secara geografis lebih luas maka membutuhkan perwakilan yang lebih banyak. 

Sistem ini memberi peluang lebih besar perempuan akan terpilih, karena partai politik memiliki kesempatan untuk memperkenalkan dan mempromosikan politisi perempuan dan memberikan para pemilih ruang untuk memilih kandidat perempuan. Namun sistem ini lebih sulit untuk perempuan masuk kedalam parlemen karena parpol hanya mencalonkan orang yang dianggap diterima oleh khalayak umum sistem ini sangat merugikan perempuan apalagi di negara yang budaya patriarkinya masih kental. 

Partai Politik bisa berkontestasi dengan menjaring perempuan yang masih ada hubungannya dengan dinasti politik. Banyak perempuan dalam anggota parlemen yang terpilih karena dinasti politik seperti istri kepala daerah atau dari kalangan terkenal seperti artis, yang seharusnya dengan kebijakan tersebut parpol dapat memberikan pendidikan politik agar lebih banyak melibatkan perempuan yang berkompenten untuk terjun ke parlemen.

Terjadinya tindakan nepotisme yang seringkali ada dalam kehadiran perempuan di bidang politik tidaklain dimanfaatkan untuk menjaga kelestarian dinasti politik dari kekuasaan suami, orang tua atau kerabat lainnya. Padahal kepentingan perempuan lebih dari pada hal itu, karena arus demokratisasi yang tidak bisa dibendung mengakibatkan banyak tuntutan akan kepentingan mengenai isu serta hak-hak perempuan dan anak untuk itu dibutuhkan wakil perempuan dengan posisi sentral pembuat kebijakan ditingkat pusat maupun daerah yang representati. 

Dari beberapa fakta tersebut penerapan affirmative action belum berhasil secara keseluruhan untuk menyeimbangi jumlah perempuan di parlemen ketidak berhasilan ini dapat dilihat karena budaya patriarki yang masih kental dalam kebudayaan Indonesia dansukar untuk dihilangkan.

Kendati demikian ada salah satu kemajuan yang dimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 sudah dipimpin oleh perempuan yaitu Puan Maharani. Namun representasi perempuan tidak berhasil begitu saja dalam periode tersebut, hasil dari apa yang di representasikan belum mementingkan kepentingan perempuan itu sendiri padahal kasus diskriminasi perempuan terus bertambah kian tahunnya.

Perumusan pembangunan, penerapan dan evaluasi kebijakan dalam rencana pembangunan dimulai dari lokal, regional hingga nasional. Walaupun perempuan masih ditempatkan urutan terakhir dalam kandidat pencalonannya, kehadiran perempuan berhasil dalam memberikan hasil yang nyata dalam representasinya di lembaga parlemen karena kesadarannya sendiri dan keseriusan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum akan kebijakan kesetaraan gender.

 

 

Penulis    : Miftahul Azmi
Mahasiswi Prodi Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang

 

 

Disclaimer: Artikel dan isi tanggung jawab penulis

Share

Ads