PEMIMPIN - mempunyai kedudukan yang sangat amat penting bagi suatu daerah maupun negara. Pemimpin merupakan tokoh utama yang mampu mengendalikan suatu wilayah di bawah kepemimpinannya. Seseorang dapat menjadi pemimpin dikarenakan mengikuti suatu pemilihan.
Tetapi dari adanya pemilihan ini, tidak sedikit calon-calon pemimpin yang kerap kali melakukan politik uang atau yang bisa disebut dengan money politic.
Politik uang (money politic) bisa dijadikan sebagai sebuah upaya para calon untuk mempengaruhi hak pilih masyarakat. Politik uang (money politic) mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Dalam praktiknya bisa seperti menebar dan memberi segelintir amplop maupun bahan sembako ataupun bisa saja seperti janji untuk membenarkan infrastruktur (jalan) di beberapa wilayah yang menjadi tujuan daerah yang akan dipimpinnya.
Padahal sudah sangat jelas bahwa politik uang dapat memunculkan berbagai dampak seperti dapat merusak tatanan bangsa dan negara, bisa memunculkan dan menghasilkan manajemen pemerintahan yang korup serta mampu membuat masyarakat menjadi pemilih transaksional.
Kita sebagai pemilih juga seharusnya tidak termakan apapun dari orang-orang yang sedang mencalonkan dirinya untuk menjadi pemimpin. Kita harus menjadi pemilih yang rasional, yang tidak mengorbankan dan menjual suara serta keinginan diri sendiri akan pemimpin yang baik untuk kedepannya hanya karena sebuah hal yang berkaitan dengan politik uang (money politic).
Jangan pernah menjadikan politik uang sebagai hal yang lumrah karena sering terjadi. Politik uang (money politic) dapat dibilang sebagai tindak pidana suap. Kita harus memilih pemimpin dengan melihat rekam jejak, kinerja, program maupun apa yang menjadi visi dan misinya. Kita sebagai masyarakat harus menjadi pemilih yang cerdas agar bisa menumbuhkan demokrasi yang bersih dan sehat di negara ini.
Sebagai pemilih kita harus bisa menjauhi politik uang ini karena politik uang mampu merusak sendi kehidupan bangsa. Apabila kita menjadi masyarakat yang berbudaya politik di tahap parokial maka setidaknya kita menjadi pemilih yang bukan transaksional.
Penulis: Refliani Ristian
Mahasiswi FISIP UIN Raden Fatah Palembang
Disclaimer: Artikel dan isi tanggung jawab penulis