SALAH SATU - cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan adalah dengan melaksanakan pemilu. Pemilihan umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Pemilu secara konseptual merupakan sarana implementasi kedaulatan rakyat. Pemilu merupakan suatu arena kompetisi. Menang atau kalahnya suatu kandidat akan ditentukan oleh rakyat dengan menggunakan mekanisme pemungutan suara.
Menentukan pilihan dalam pemilu merupakan hak setiap warga negara. Berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2017, bahwa pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, anggota DPRD, residen dan wakil presiden, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Fungsi-fungsi pemilu menurut Rose dan Mossawir, yaitu:
- Menetukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung,
- Sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah
- Barometer dukungan rakyat terhadap penguasa,
- Sarana rekrutmen politik,
- Alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat.
Tujuan dari pemilu menurut Ramlan Surbakti meliputi:
- Mekanisme untuk menyeleksi pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum,
- Sebagai mekanisme pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat.
- Sarana memobilisasi dan menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan ikut berpartisipasi dalam proses politik.
Adapun landasan dasar dilaksanakannya pemilu adalah pasal 22 E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang telah mengamanatkan diselenggarakannya pemilu dengan berkualitas, mengikutsertakan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas prinsip demokrasi yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil melalui suatu perundang-undangan (Handayani, 2014: 1).
Dan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan ada 11 prinsip penyelenggara pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Pemilihan umum sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil dengan menjamin prinsip perwakilan, akuntabilitas dan legitimasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Putusan-putusan MK telah membentuk politik hukum di dalam menentukan sistem dan desain Pemilu di Indonesia serta berbagai aturan pelaksanaannya. Selain itu, putusan-putusan MK secara khusus juga telah berupaya untuk memperkuat prinsif Pemilu yang teratur, bebas, dan adil dengan cara melindungi hak pilih warga negara, menjamin persamaan hak warga negara untuk dipilih, menentukan persamaan syarat partai politik sebagai peserta Pemilu, menyelamatkan suara pemilih, menyempurnakan prosedur pemilihan dalam Pemilu, dan menjaga independensi penyelenggara Pemilu.
Hal ini tentunya tidak semata-mata bermaksud untuk mendeskripsikan apa yang telah dihasilkan oleh MK melalui putusan-putusan pentingnya terkait prinsip pemilu yang teratur, bebas, dan adil. Akan tetapi juga sebagai bentuk evaluasi secara terbuka terhadap peran, tugas, dan fungsi MK dalam menentukan arah dan perkembangan demokrasi Indonesia yang baru saja tumbuh dan berkembang pasca terbukanya pintu reformasi.
Dengan demikian, tanpa menyadari adanya kesempatan dan peluang luas bagi pengawalan demokrasi oleh warga negara, maka niscaya kehidupan berdemokrasi akan berjalan lambat atau bahkan dapat berakibat stagnan. Terlebih lagi, sesuai dengan sifat suatu pengadilan, Mahkamah Konstitusi bersifat pasif dan tidak dapat secara aktif mengadili suatu undang-undang atas inisiatifnya sendiri.
Oleh karena itu, publik harus dapat lebih terlibat aktif dalam mengawal dan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi, khususnya Pemilu yang teratur, bebas, dan adil, dengan memanfaatkan kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dimiliki oleh MK.
Kemudian, selain diharapkan dapat menjaga performanya, MK tentunya juga harus didorong untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi putusannya sehingga mampu menjangkau cakrawala kepentingan dan kebutuhan demokrasi masyarakat Indonesia di masa mendatang. (Buku : Politik Hukum di Indonesia, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD)
Penulis : Septiani
Mahasiswai FISIK UIN Raden Fatah Palembang
Disclaimer: Artikel dan isi tanggung jawab penulis