JAKARTA, GLOBALPLANET.news - Dalam situasi pikiran yang kalut dan perasaan yang campur aduk karena positif covid, pikiran yang tetap sehat menjadi benteng pertahanan terakhir untuk mengalahkan virus ini. Karena ada beberapa keputusan teknis yang krusial yang harus diambil dan itu memerlukan analisa tidak bisa mengandalkan perasaan.
Tidak mudah untuk tetap waras. Karena prasangka buruk, pikiran negatif, kecemasan dan kekhawatiran akan mencoba mengalihkan dominasi dalam pikiran dan jiwa kita. Banyak sekali pikiran negatif itu, termasuk kekhawatiran (dan mungkin ini kecemasan terbesar para penderita covid-19) akan kematian.
Saya mengalahkan rasa cemas dan khawatir ini dengan selalu berusaha logis, dan ini yang paling penting, berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT. Sebagai seorang Muslim, saya shalat dan berdoa lebih khusyu’ serta memohon pertolongan dan keselamatan dari Allah SWT.
Keputusan krusial pertama yang harus saya ambil adalah, apakah saya dan istri harus dirawat di RS atau isolasi mandiri di rumah? Percaya sama saya, saat dalam kondisi genting dan kritikal, tidak mudah mengambil keputusan yang tampak sederhana ini.
Bingung. Di rumah sakit mungkin lebih tenang karena terpantau 24 jam, tetapi ada risiko terpapar virus baru, bisa saja yang lebih ganas. Belum lagi, opname di RS berarti kami jauh dari anak-anak dan ini membuat kami kepikiran. Karena, meski anak-anak sudah besar, tetap saja namanya orang tua akan kepikiran.
Kantor menyarankan saya dirawat di RS karena takut kondisi tiba-tiba nge-drop. Namun rumah sakit di wilayah Jabodetabek penuh, dan saya mendapatkan opsi dua rumah sakit di Depok. Ini jauh dari rumah dan membuat saya semakin kepikiran. Saya minta waktu.
Dalam kondisi kalut saya tidak bisa berpikir objektif dan saya takut ini mempengaruhi keputusan krusial ini, saya meminta pendapat dari lima sahabat terdekat. Profesi mereka beragam: wartawan, dokter, CEO perusahaan, advisor di Satgas Nasional Covid (BNPB), dan seorang teman banker.
Saya tidak mengambil keputusan, saya ikuti pendapat mereka yang saya yakin tulus dan dengan niat baik membantu saya. Saya ikuti pendapat terbanyak. Dan ndillalah, setelah mendengar tentang kondisi fisik saya dan istri, mereka berlima merekomendasi saya isolasi di rumah saja dan tetap dengan penanganan dokter. Saya ikuti saran mereka.
Namun namanya orang cemas, saya tetap minta back up dari teman yang memiliki askses ke Satgas Nasional Covid agar dibantu jika terjadi kondisi darurat. Saya juga meminta kantor agar di-waiting list kan RS di sekitar Cibubur. Setelah semua hal tersebut saya lakukan, malam itu juga Sabtu (16 Januari 2021) isolasi mandiri dimulai.
Selain kantor, sudara dan sahabat terdekat, sebagai pengurus RT saya juga melaporkan kepada Ketua RT. Keputusan lapor ini saya ambil agar kita sebagai tetangga terbuka, sama-sama enak, dan tidak ada yang perlu ditutupi. Alhamdulillah Pak RT merespons dengan baik dan mengajak warga membantu kami selama isolasi mandiri. Subhanallah dan terima kasih.
Aspek krusial kedua adalah siapa dokter yang harus menangani. Banyak memang dokter, tetapi apakah mereka berpengalaman menangani pasirn covid? Pada titik ini saya percaya, Allah SWT memberikan pertolongan salah satunya melalui teman-teman terdekat kita. Tanpa saya minta, sahabat saya yang juga CEO Sinar Mas Agri Bapak Susanto memberikan rekomendasi dokter. Seorang dokter yang sangat senior dan cukup berpengalaman.
“Ikuti saja arahan dia selama pengobatan Bro, yakin sama Tuhan pasti sembuh. Jangan stress dan get well soon,” kata Pak Santo melalui telepon.
Meski melalui masa-masa yang berat pada sembilan hari berikutnya, namun dua keputusan krusial yang saya ambil dengan akal sehat di atas selain terus berserah diri kepada Allah, membawa kami pada jalur yang inshaAllah tepat selama masa isolasi mandiri dan pengobatan karena covid-19 ini.
Dukungan yang besar dari saudara, tim, tetangga, dan para sahabat terbaik membuat kami mampu untuk tegar melewati masa-masa isolasi dan semoga nanti hingga nanti benar-benar pulih kembali.
tofan.mahdi@gmail.com