JAKARTA, GLOBALPLANET. - WHO ingin meningkatkan kapasitas tes di negara-negara miskin Rapid tes kurang akurat namun hasilnya lebih cepat Dirjen WHO mengatakan program ini sebagai 'berita baik' saat perang melawan COVID-19 Dengan biaya sekitar Rp70 ribu per tes, program yang telah didanai hingga $600 juta, atau sekitar Rp6 triliun, diharapkan bisa dimulai bulan Oktober nanti.
Tes rapid dianggap kurang akurat, namun mampu memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan tes swab yang dikenal sebagai tes PCR yang sudah banyak digunakan di negara-negara maju. Tes ini akan digunakan untuk melacak antigen atau protein yang bisa ditemukan di permukaan virus.
Tes standar PCR memerlukan peralatan laboratorium dan bahan kimia khusus dengan hasil yang baru bisa diketahui setelah beberapa hari.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebutkan program terbaru ini sebagai 'berita baik' dalam perang melawan COVID-19.
"Tes ini akan memberikan hasil yang bisa dipercaya dalam waktu 15 sampai 30 menit, dan bukannya dalam bilangan jam atau hari, dengan harga lebih murah dan peralatan yang tidak begitu canggih," katanya.
"Ini akan memungkinkan perluasan testing khususnya di daerah yang susah dijangkau yang tidak memiliki fasilitas laboratorium atau tidak punya tenaga kesehatan yang bisa melakukan PCR tes."
"Kita sudah mencapai persetujuan, kita sudah memiliki modal awal, dan sekarang memerlukan dana penuh untuk membeli alat tes ini."
Tes bermanfaat, tapi bukan segalanya Catharina Boehme, Direktur Eksekutif lembaga Foundation for Innovative New Diagnostics mengatakan tes rapid akan disediakan di 20 negara Afrika dan pelaksanaannya akan tergantung pada kelompok kesehatan yang ada. Dia mengatakan uji laboratorium akan dilakukan oleh SD Biosensor dan Abbott. Peter Sands, Direktur Eksekutif Global Fund, sebuah lembaga mitra yang terlibat dalam usaha memerangi pandemi, mengatakan akan menyediakan dana awal sebesar Rp750 miliar sebagai bagian awal dari mekanisme memerangi COVID-19. Dia mengatakan tes ini akan merupakan 'langkah penting' untuk membantu mengatasi vrus corona.
"Ini bukan pengganti PCR namun menjadi senjata tambahan yang kita miliki, meskipun kurang akurat, tapi hasilnya lebih cepat, lebih murah dan tidak perlu adanya laboratorium khusus," katanya.
Banyak negara maju juga masih mengalami kesulitan dalam melakukan tes yang akurat, meski bukan jadi solusi untuk pandemi.
Negara seperti Prancis dan Amerika Serikat mengalami masalah waktu untuk mengetahui hasil tes, dan tes cepat yang dilakukan di Inggris dan Spanyol ternyata tidak akurat. Namun pengetesan di negara-negara miskin akan dimaksudkan agar para tenaga kesehatan bisa mengidentifikasi sebaran virus dan kemudian menanggulanginya. Peter mengatakan negara-negara maju saat ini mengadakan 292 tes per 100 ribu penduduk, sementara negara-negara lebih miskin hanya bisa melakukan 14 tes per 100 ribu orang.
Menurutnya 120 juta tes yang tersedia akan meningkatkan ketersediaaan tes, namun sebenarnya hanya merupakan bagian kecil dari apa yang sebenarnya dibutuhkan negara-negara miskin saat ini sebagaimana diberitakan JPNN.com, Selasa (29/9/2020).