PALEMBANG, GLOBALPLANET - “Training of trainer (TOT) ini sudah sejak 2016 hingga 2019 bersama banyak pihak seperti Dinas Perkebunan, Kepolisian Daerah (Polda), Korem 044 Gapo, ManggalaAgni, TRGD, BPBD Sumsel dan lainnya. 2020 sudah direncanakan, namun ditunda karena Covid-19,” ujar Ketua Gapki Cabang Sumsel Alex Sugiarto dalam webinar “Kolaborasi Cegah Karhutbunla” Kamis sore (6/8/2020).
Webinar gelaran salah satu media di Palembang ini, menghadirkan sejumlah pembicara yakni Ir R Basar Manullang, Direktur Pengendalian Karhutla yang diwakili oleh Dr Ir Israr Albar selaku Kasubdit KLHK; Dr Ir Lailan Saufina, MSc Akademisi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB; dan Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji, Danrem 044/Gapo (Dansatgas Karhutla Sumsel). Kemudian Iriansyah, Plt Kepala BPBD Sumsel; Dandim 0401/Muba Letkol Arm Muh Saifudin KZ; Komisioner Daerah APHI Sumsel, Iwan Setiawan Shut, Msi; dan tentu Ketua Gapki Cabang Sumsel Alex Sugiarto. Mewakili Gubernur Sumsel hadir Asisten I Setda Sumsel Ahmad Najib didampingi Kadisbun Fakhrurrozi Rais serta Kadishut Sumsel Pandji Tjahjanto serta Kadis LHP Edward Chandra.
Alex menyampaikan gambaran yang menimpa industri kelapa sawit terkait Karhutla. Berdasarkan data dari global forest watch, kebakaran 2019 di lahan konsesi di Sumsel hanya dua persen. Dari lebih kurang 420 ribu hektar yang terbakar hanya 2% yang berada di lahan konsesi kelapa sawit. Sedangkan data secara nasional, dari 1,6 juta hektar yang terbakar tahun 2019 itu, di konsesi kelapa sawit kurang lebih 11%. Dengan demikian, untuk di Sumsel jauh di bawah data nasional khususnya untuk perkebunan kelapa sawit.
“Namun selama ini ada persepsi bagi kami kurang mengenakkan atau agak negatif. Setiap kali kebakaran selalu yang menjadi kambing hitam itu kalau tidak kelapa sawit ya APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia). Padahal mohon maaf, yang terbakar itu banyak sekali terjadi di daerah atau area yang tidak dikuasai oleh pihak manapun,” kata Alex.
Bagi Gapki, yang terjadi adalah kampanye hitam yang menyerang industri kelapa sawit Indonesia. Pasalnya, berdasarkan data kebakaran pada 2019 terjadi dengan luas sekitar 1,6 juta hektar. Di Rusia, sambungnya, luas yang terbakar hampir dua juta hektar. Kemudian Eropa hampir 1,4 juta hektar, dan di Amerika 1,75 juta hektar. “Semua ingat, di Australia baru padam sekitar Januari – Februari 2020 menghanguskan 11 juta hektar. Semua membantu dan mendoakan, lalu kenapa tidak dengan Indonesia? Yang terjadi sawit kita di-banned,” tandasnya.
Untuk mengcounter tudingan negatif, Gapki bersama anggota melakukan berbagai upaya. Selain Training of Trainer, Gapki terus menjalin sinergi dengan BMKG, BPBD dan Satgas. Kemudian Gapki juga menandatangani MoU dengan Polda Sumsel dan beberapa pihak dalam pembukaan dan juga pengelolaan lahan. “Aktif dalam kegiatan apel baik provinsi maupun kabupaten lalu bersama pusat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan menerbitkan pedoman pencegahan dan pengendalian karhutla,” katanya.
Untuk sarana dan prasarana, anggota Gapki mengacu Permentan Nomor 5 tahun 2018 yang mengatur jumlah sarpras pencegahan Karhutla yang wajib dimiliki perusahaan. Permentan ini mengatur jumlah regu, embung danmenara pemantau di setiap luasan tertentu. “Semua ini disupervisi Dinas Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup dan dibantu dinas kehutanan. Jadi sebelum kebakaran kita sudah antisipasi,” sebutnya.
Sebelumnya, Lailan Saufina, Akademisi dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB menyatakan, Karhutla hanya dapat dicegah dengan kemitraan baik pemerintah pusat, pemda, pengusaha, akademisi, komunitas atau masyarakat hingga LSM. “Sinergi lima komponen ini dan juga sinergi dalam program masing – masing komponen, karhutla dapat dikendalikan,” katanya.
Adapun rekomendasinya, sambung Lailan, karena di Sumsel banyak (kebakaran) di gambut,pengolahan gambut menjadi penting, kemudian penggunaan teknologi 4.0. Selanjutnya karena penyebab karhutla sebagian besar ulah manusia maka pendekatan sosial ekonomi memegang peranan penting dalam cegah karhutla. Dan yang terakhir skema insentif.