SIMALUGUN, GLOBALPLANET - Tradisi syukuran itu juga dipertontonkan masyarakat etnis Jawa di Simalungun, termasuk di Nagori (Desa) Purbaganda, Kecamatan Pematang Bandar.
Yang menarik, tradisi syukuran itu juga telah menyerap nilai-nilai kultural etnis Jawa di Simalungun.
"Namun kini, tahun ini, tradisi syukuran panen di Nagori Purbaganda terpaksa dimodifikasi. Penyebabnya ya virus Korona atau Covid-19," ujar Maujana Nagori Purbaganda, Lili Effendi, kepada media melalui handphone, Selasa (9/6/2020).
Sebagai informasi, Maujana adalah bahasa Batak Simalungun yang arti dan fungsinya adalah sebagai Badan Pemberdayaan Desa (BPD).
Kata Lili, modifikasi itu terlihat saat digelarnya acara syukuran panen pertanian di Purbaganda, Senin (8/6/2020), yang tak lagi menayangkan pagelaran wayang kulit.
Kata Lili, acara syukuran itu digelar di Balai Harungguan, Purbaganda, Senin sore hingga malam. Acara itu digelar secara sederhana, yakni kenduri, dihadiri oleh Pangulu (Kepala Desa), Maujana, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), para tokoh adat, agama, dan tokoh masyarakat, para petani, dan perwakilan kecamatan.
Sementara itu Pangulu Purbaganda, Nasihadi SP, mengaku mengungkapkan situasi itu saat berbicara dalam acara syukuran tersebut. Kata dia, pagelaran wayang kulit semalam suntuk adalah tradisi turun-temurun etnis Jawa di Nagori Purbaganda.
Namun, karena merebaknya pandemi Covid-19, pagelaran wayang kulit terpaksa ditiadakan saat acara syukuran panen.
"Acara tradisi syukuran kali ini sangat berbeda, karena mengingat dalam situasi Pandemi Covid 19, maka wayang kulit ditiadakan dalam acara syukuran," kata Nasihadi.
Walau saat ini sudah kondisi new normal, Nasihadi tetap meminta para petani tetap mematuhi protokoler kesehatan demi memutus rantai penyebaran Covid 19.(hen)