PALEMBANG, GLOBALPLANET - Menanggapi hal tersebut, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatra Selatan, Alex Sugiarto mengatakan, langkah Pemerintah telah Penyesuaian Pungutan Ekspor (PE) merupakan upaya pemerintah untuk mendukung industri kelapa sawit nasional.
"Yang menjadi dasar penyesuaian Pungutan Ekspor adalah tren harga CPO yang positif dan keberlanjutan program-program pengembangan industri kelapa sawit nasional, " kata Alex, Selasa (8/12/2020).
Alex melanjutkan, PE digunakan untuk Program Biodiesel kolaborasi dari energi hijau dan bahan bakar fosil), untuk mempertahankan implementasi program B-30 yang akan tetap dijalankan pada tahun 2021. Dengan target penyaluran biodisel mencapai 9,2 juta kiloliter.
Program mandatory B-30 yang sudah berjalan menumbuhkan konsumsi CPO di pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor dan diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga CPO, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif pada harga TBS di tingkat petani.
"Pemerintah terus mendukung hilirisasi produk kelapa sawit, baik untuk sektor industri melalui dorongan pengembangan industri oleokimia, maupun skala kecil di tingkat petani melalui dukungan pembentukan PKS mini yg dikelola koperasi/gapoktan dan program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat), dengan pengalokasian dana PSR untuk Rp180 ribu lahan per tahun, serta kenaikan alokasi dana per ha lahan menjadi Rp 30 juta per hektar dari sebelumnya Rp25 juta per hektar, " tuturnya.
Kesejahteraan petani pun terus ditingkatkan dengan upaya peningkatan kompetensi SDM, melalui program Good Agricultural Practice (GAP) dan sustainability kebun sawit.
"Gapki Sumsel mendukung kebijakan pemerintah karena tujuan akhir dari kebijakan terkait kelapa sawit ini adalah keberlanjutan industri kelapa sawit, mengingat kelapa sawit memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, " tutupnya.