MUBA, GLOBALPLANET.news - Namun bagi Sumingsro, petani asal Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, seluruh "kisah pahit" terkait tanaman sawit yang dialami petani sawit mulai bisa diatasi.
Dalam webinar "SAMADE's Week" melalui aplikasi ZOOM yang digelar oleh DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) dan Gamal's Institute, Jumat (19/3/2021) sore, Sumingsro yang merupakan pengurus Koperasi Produsen Kelapa Sawit Tri Bakti Sentosa (KPKS TBS) Kabupaten Muba mengungkapkan sejumlah solusi handal yang bisa diterapkan petani agar bisa panen cepat dengan biaya yang terjangkau.
"Kunci utama adalah di pemilihan bibit sawit. Kalau salah menentukan bibit sawit, maka kita bisa menderita selama 25 tahun," kata Sumingsro dalam webinar yang dihadiri sejumlah petani sawit dari Provinsi Aceh sampai Merauke, Papua, tersebut. Sejumlah pengurus teras DPP Asosiasi SAMADE turut hadir dalamwebinar itu seperti Tolen Ketaren, Rio Suwondo (Sekretaris), Hendri Chen (Bendahara), dan lainnya.
Ia sendiri mengaku memilih bibit yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Lalu, bibit sawit asal PPKS Medan yang ditanam di kebun Sumngsro dan anggota KPKS TBS adalah yang berusia 10 bulan. Umur 30 bulan, ujar Sumingsro, sawit yang mereka tanam sudah bisa panen. "Dan sejak kami tanama di tahun 2017, hingga saat ini kami sudah enam kali panen," ujar Sumingsro.
Selain soal bibit, Sumingsro mengingatkan pentingnya perawatan tanaman kelapa sawit. Kata dia, KPKS TBS telah berhasil menciptakan proses perawatan kebun sawit dengan dana yang terbilang hemat, yakni sekitar Rp 39 juta per hektar per tahun.
Ia berharap para petani sawit di Indonesia tetap semangat untuk merawat kebun sawit masing-masing agar bisa menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang bagus kualitasnya.