loader

Budayawan: Dahulu, Pemanfaatan Lahan di Sumsel Ditentukan Oleh Marga

Foto

PALEMBANG, GLOBALPLANET.news - Menurut Budayawan Sumsel Yudhy Syarofie berdasarkan sejarah aturan pemanfaatan lahan di wilayah-wilayah Sumsel ditentukan oleh Marga.

"Kalau dari sejarah Sumsel pada masa kerajaan, aturan tentang menjaga kelestarian lingkungan itu sangat jelas dan ada sanksi. Kitab Simbur cahaya, adalah aturan marga bagaimana orang memanfaatkan tumbuhan, sialang, jenis kayu, tanpa seizin marga tidak bisa menebang dan mengambil hasil hutan sembarangan," tutur Yudhy, Rabu (23/6/2021).

Pada tahun 1897 Sumsel mengalami kemarau panjang yang mengakibatkan sebagian wilayah mengalami Karhutla, salah satunya di Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.

Namun berkah dari Karhutla, wilayah yang terdampak kebakaran ini menjadi tempat masyarakat dan Kolonial Belanda terutama, bercocok tanam kembali, dengan menanamkan kopi arabika dan robusta.

"Tebing tinggi sampai Bukit Barisan ditanami kopi arabika, disitu Belanda belum punya hak. Sampai akhirnya kembali terjadi kebakaran lagi, dan tahun 1915 Belanda menanam kopi Robusta di lereng Gunung Dempo yang terkenal sampai sekarang, kita juga menjadi wilayah penghasil kopi robusta, " jelasnya.

Lanjutnya, tahun 1916 kopi robusta mulai dijual Belanda ke Pagaralam, Semendo, hingga ke wilayah OKU Selatan.

Yudhy menambahkan, pada masa Kesultanan Palembang kebun tanaman gambir di Musi Banyuasin harus dibakar dahulu baru bisa dimanfaatkan kembali.

"Tapi metode ini dilarang dan tidak cocok, ini juga harusnya bisa jadi pertimbangan. Karena setahu saya aturan dari masa Kesultanan Palembang kebun gambir itu harus dibakar dulu, artinya dibolehkan (membakar) khusus gambir, untuk membuka lahan baru," tutupnya. 

Share

Ads