PALEMBANG, GLOBALPLANET - Pengukuran ulang atas permintaan dari Penyidik Unit 2 Harda Ditreskrimum Polda Sumsel yang saat ini tengah melakukan penyelidikan atas laporan dari Ratna Juwita.
Upaya juru ukur untuk melakukan pengukuran mendapatkan penolakan dari ratusan orang warga di RT 73 Lorong Perjuangan, Kelurahan 16 Ulu, yang mengaku membeli tanah tersebut dari Tjik Maimunah dan telah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Pengakuan Hak (SPH), Kamis (9/1/2025) siang.
Warga Bahkan, menutup plang pintu masuk ke perumahan dengan dituliskan spanduk penolakan, sempat sedikit bersitegang Ratna Juwita yang hadir juga di lokasi dengan warga dan kuasa hukum warga. Hadir juga dari pihak BPN Kota Palembang, hingga membubarkan diri semuanya kondisi di lokasi aman dan tertib.
Dengan pengawalan pihak Kepolisian baik dari Polda Sumsel, Polrestabes Palembang, dan Polsek. Semuanya berjaga di lokasi untuk melakukan pengamanan untuk mengantisipasi hal - hal yang tidak diinginkan. Pengukuran pun akhirnya tidak jadi.
Sementara itu, Ratna Juwita mengatakan, sertifikat saya dengan SPH Tjik Maimunah 216 R dengan SPH yang dimiliki Maimunah keluaran 2012. "Yang kedua dia (Maimunah) PTUN kan sertifikat saya akhirnya saya menang kasasi dan dia ditolak untuk PK lalu ketiga saya pidanakan Maimunah atas pemalsuan SPH diatas sertifikat yang diakui pemerintah," kata Ratna Juwita menjelaskan.
Ratna Juwita menambahkan, sudah diukur sidang lapangan tanahnya disitu. "BPN telah mengukur, waktu ada pengukuran dilapangan ada hadir polisi, jaksa, hakim juga hadir, kalian tidak komentar karena merasa menang ternyata kalian kalah," ungkap Ratna, Kamis (9/1).
Menurut Ratna mengatakan, Bahwa warga dasar suratnya apa yang hanya punya surat SPH Tahun 2012 sementara Ratna mengaku punya SPH Tahun 1957. "Ada lima surat saya, warka saya lengkap dari 1957," tutupnya.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa hukum warga, Titis Rachmawati mengatakan, tidak benar jika Ratna Juwita itu menang karena dalam putusan itu NO. "Kita ada membuat ke PTUN untuk membatalkan sertifikat itu. Jadi, kata PTUN harus ditempuh dengan wilayah ke Perdata," kata Titis Rachmawati diwawancarai dilokasi, Kamis (9/1).
Titis menjelaskan, saat pihaknya mengajukan ke Perdata saya di NO artinya tidak dapat diterima bukan ditolak dikarenakan ada pihak - pihak yang kurang dan saya hanya menggugat Ratna Juwita saja waktu itu.
"Saya tidak menggugat Mansyur dari awal, dan saya tidak mau lagi melakukan gugatan. Seharusnya, Ratna Juwita itu jika merasa punya sertifikat bisa tidak di dudukkan disini. Saat kita minta sertifikat nya itu masih nama milik Mansyur," tukasnya.
Lanjutnya, berartikan itu lucu jika Mansyur ada di 8 Ulu dan ada Mansyur pecahannya di 16 Ulu. "Jadi, BPN melakukan pemecahan kekeliruan dengan meletakkan di wilayah 16 Ulu. Dan saat saya PTUN kan diarahkan ke Perdata saja, jadi harusnya Ratna Juwita itu ke Perdata lah kalau merasa disini," kata Titis.
Oleh karena itu, tentunya warga disini semua menolaknya karena memang tidak tepat. Jika BPN mau kita cari di 8 Ulu karena disini jelas wilayah 16 Ulu. "Syaratnya tidak terpenuhi juga, dia tidak membawa gambar ukur dari 216 yang awalnya, dan informasi GU juga hilang di BPN sana jadi kita juga curiga ada apa itu," ungkapnya.
Lanjutnya, intinya apa yang sudah digemborkan Ratna Juwita sudah menang itu keliru. "Kita telah membaca jika NO itu tidak dapat diterima belum sampai ke wilayah pokok perkara dan syarat formil tidak terpenuhi. Dan pada waktu itu saya tidak menggugat risalah dari jauh jauhnya hanya menggugat Ratna Juwita saja sedangkan Mansyur nya saya tidak gugat," tutupnya.