Polemik Komunikasi - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR menyatakan pemerintah tidak akan melarang masyarakat untuk mudik pada Lebaran 2021. Pihaknya akan menetapkan serangkaian mekanisme perjanjian kesehatan yang ketat bagi warga yang hendak pulang (mudik). Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan satgas untuk mengawasi mekanisme pemulangan, sekaligus memperketat dan melacak orang yang akan melakukan perjalanan.
Namun berselang tidak lama dari pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, muncul aturan yang melarang adanya aktivitas mudik di Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah atau 2021. Larangan mudik itu diberlakukan mulai 6-17 Mei 2021, sesuai dengan surat edaran tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Seperti yang kita tahu secara umum, keberhasilan suatu organisasi atau lembaga sangat bergantung pada keberhasilan sistem organisasi dan proses komunikasi yang berlangsung di dalam lembaga tersebut. Jika memang ada kesalahpahaman di antara pelaku, atau kesalahan komunikasi, proses komunikasi bisa gagal atau miskomunikasi terjadi.
Inilah yang tampak pada pernyataan mudik di tahun ini oleh pemerintah. Dalam waktu kurang dari dua minggu, dua menteri berbeda dari kabinet Presiden Jokowi - Ma'ruf memberikan dua pesan yang berbeda pada saat datangnya Idul Fitri. Pesan pertama yang kami terima adalah Menteri Perhubungan, yang memastikan Lebaran yang tidak dilarang pulang pada 2021, yang diposting online di Tribunnews, Selasa (16/3/2021). Kemudian, dalam pesan kedua pemerintah resmi melarang mudik Lebaran 2021 melalui Menteri Koordinator PMK, salah satunya dimuat di CNN Indonesia, Rabu (31/3/2021).
Menindaklanjuti pesan kedua yang berujung kontradiksi antara pesan pertama dan kedua, pemerintah kemudian mengeluarkan Surat Edaran No. 13 tahun 2021 tentang pemulangan pada tahun 2021. Ini berlaku untuk semua transportasi darat, laut, udara, dan kereta api dari 6 hingga 17 Mei. Sanksinya sama dengan tahun 2020 lalu, salah satunya kendaraan akan disuruh putarbalik andaikata memaksa untuk mudik. Publik pun mulai berpendapat bahwa pemerintah telah membuat keputusan yang bertentangan, seperti melarang adanya mudik tetapi membuka tempat wisata seperti yang dimuat di CNN Indonesia, Jumat (09/04/2021)
Menilik hal itu, saya menjadi memikirkan kembali sebuah kata simpel komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu syarat untuk terjalinnya hubungan antar manusia atau interaksi sosial antar manusia. Oleh karena itu, komunikasi merupakan fenomena universal dalam kehidupan manusia. Justru karena manusia adalah makhluk sosial, mereka tidak hanya membutuhkan orang lain, tetapi juga perlu berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi antar manusia telah berlangsung sejak zaman kuno. Komunikasi terjadi di berbagai lingkungan dan situasi. Seseorang dapat menggunakan berbagai bentuk komunikasi untuk hidup. Mungkin bagi kita semua, kata komunikasi bukan lagi hal yang baru, namun hanya sedikit orang yang mengerti bagaimana cara mengaplikasikannya dengan benar agar hubungan dengan orang lain selain diri kita selalu baik dan harmonis.
Pada tahun 1970, Brandlun menyatakan komunikasi timbul karena didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. Sedangkan menurut Jenis & Kelly (1995) komunikasi merupakan suatu proses di mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak). Bisa dilihat disini bahwa pesan yang disampaikan / dikomunikasikan bertujuan untuk seseorang merubah perilaku mereka dan mengurangi rasa ketidakpastian.
Namun, yang terlihat disini justru menjadi situasi yang tidak komunikatif (miskomunikasi). Perbedaan pesan yang ditangkap oleh penerima pesan dalam hal ini adalah rakyat ini, dari aspek strategi komunikasi, menunjukkan bahwa pengelolaan komunikasi masih kurang baik. Berkaitan dengan ini, proses komunikasi menjadi penting dalam membangun sebuah branding atau pembentukkan citra organisasi di mata publik mengingat banyak sekali saluran komunikasi saat ini. Apalagi dalam hal kebijakan publik dan kepentingan publik, komunikasi organisasi yang buruk juga dapat berdampak negatif bagi organisasi dalam hal ini pemerintah.
Karl E. Weick menggunakan istilah "pemberlakuan" untuk mengungkapkan gagasan bahwa fenomena tertentu (seperti organisasi) diciptakan oleh konten atau aktivitas komunikasi yang dibahas. Karl E. Weick secara luas dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh di generasinya dalam bidang penelitian organisasi.
Melalui pidato dan tulisannya, dia memiliki pengaruh yang besar pada penelitian dan pengajaran teori organisasi. Ia juga membantu membentuk bidang psikologi, pedagogi, dan teori sistem melalui kertas kerja atau modul dan ceramah tentang konstruksi teori dan kegiatan penelitian perilaku organisasi.
Profesor Weick telah menulis tujuh buku dan lebih dari 170 artikel jurnal. Karyanya telah menjadi bahan bacaan wajib untuk program doktoral di Amerika Serikat dan luar negeri.
Teori Weick mengambil komunikasi sebagai dasar organisasi manusia dan memberikan dasar teoritis untuk memahami bagaimana manusia berorganisasi. Organisasi bukanlah pengaturan yang dibentuk oleh status dan peran, tetapi pengaturan yang dibentuk oleh kegiatan komunikasi. "Kegiatan organisasi secara langsung mengacu pada penentuan tingkat kata tertentu.
Weick mengambil bentuk ketidakpastian dan ambiguitas, kelengkapan organisasi mencoba mengubah informasi yang tidak jelas ke tingkat tertentu yang layak dan dapat disesuaikan.
Organisasi itu sendiri merupakan proses komunikasi yang berkelanjutan. Ketika senua orang berinteraksi setiap hari, aktivitas yang mereka lakukan menciptakan organisasi. Semua tindakan saling terkait karena tindakan satu orang bergantung pada tindakan orang lain. Interaksi yang membentuk organisasi terdiri dari perilaku, pernyataan, atau perilaku individu, dan yang penting adalah bagaimana orang lain menanggapi perilaku tersebut.
Wick percaya bahwa semua aktivitas organisasi adalah interaksi ganda. Kegiatan berorganisasi dapat membantu untuk mengurangi ketidakpastian informasi.
Dengan munculnya kembali kerancuan informasi tentang kebijakan mudik di era Covid-19, hal ini menunjukkan bahwa proses komunikasi di birokrasi tidak tepat yang membuat informasi menjadi tidak konsisten.
Yang perlu dilakukan pemerintah dalam hal ini, khususnya untuk mencegah pesan yang dapat menyebabkan polemik adalah menata ulang tata kelola komunikasi birokrasi pemerintahan, yakni menata ulang, agar struktur komunikasi memiliki peran dan fungsi yang jelas (penyuluhan dan koordinasi) baik secara vertikal maupun horizontal misalnya Menentukan tujuan komunikasi, menentukan target komunikasi, lalu menentukan pesan yang akan disampaikan, menentukan waktu yang tepat berdasarkan tahapan pembuatan keputusan dalam rangka mencapai efek yang maksimum, menentukan metode dan media yang akan digunakan dan yang terakhir menentukan saluran komunikasi yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan kepada target sasaran.
Talcott Parsons (Talcott Parsons) menyatakan bahwa struktur dan fungsinya harus jelas tentang keteraturan sistem itu sendiri. Oleh karena itu, jika bukan peran dan fungsinya, serta ada koordinasi yang jelas dari tatanan kelembagaan, tidak semua orang dapat berbicara di ranah publik. Oleh karena itu, tidak ada lagi respon terhadap masalah antara organisasi informasi yang berbeda.
Weber mencap pejabat individu sebagai independen, tetapi tidak ada perwakilan kelembagaan, yang berarti pejabat individu juga harus mematuhi sistem. Untuk mencegah terjadinya kembali miskomunikasi kedepannya, pemerintah perlu menyiapkan sumber daya manusia komunikator yang handal dan profesional untuk membentuk citra organisasi. Dengan demikian, citra terkait fungsi dan tanggung jawab pemerintahan dapat terjaga dengan lebih baik.
Selain itu, pemerintah harus bisa mengintegrasikan sosialisasi ke dalam lembaga untuk mengelola dan mengkoordinasikan penyebarluasan informasi dari pemerintah secara keseluruhan. Dengan cara ini, tidak ada lagi istilah informasi palsu (hoax) antara struktur organisasi mengenai kesatuan atau kesamaan pemahaman informasi untuk dikomunikasikan kepada publik.
Pemerintah juga perlu membuat sistem reward (hadiah) dan punishment (hukuman) yang jelas. Kesalahan atau informasi palsu di lembaga pemerintah harus diberi sanksi dengan jelas dan tegas. Hal ini untuk menegaskan peran substantif dan peran komunikasi publik dalam manajemen pemerintahan.
Sebagai penutup yang dapat saya sampaikan, komunikasi secara sosial membangun organisasi. Komunikasi dapat terjadi dalam wadah organisasi, seperti pemerintah. Kedua, komunikasi menciptakan pola dan struktur yang menyediakan sarana untuk mencapai tujuan organisasi dan individu. Ketiga, komunikasi menciptakan budaya yang memberikan makna dan pengertian bagi organisasi anggota. Sehingga untuk mencapai tujuan yang diinginkan organisasi membangun hubungan dengan pemangku kepentingan eksternal dan hubungan tersebut dikelola melalui komunikasi. Seperti yang dapat saya kutip dari Max Weber dalam teori Birokrasinya yang isinya adalah Organization is best achieved through the principles of authority, specialization, and regulation.(*)
Penulis, Steven Hermansyah Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi STISIPOL Candradimuka Palembang
Tulisan ini sepenuhnya bukan tanggung jawab redaksi melainkan penulis opin