loader

Lintasi Jalan Berlumpur Seberangi Sungai, Demi Bisa Baca Alquran

Foto
Perempuan penyuluh di Tanjung Raja Ogan Ilir menyusuri sungai untuk menjangkau kampung-kampung yang masih terdapat buta aksara Alquran. (Foto: Ist)

OGAN ILIR, GLOBALPLANET - Ogan Ilir merupakan satu dari 13 kabupaten di Sumatera Selatan yang menjadi penyangga karena letaknya bersebelahan dengan Kota Palembang. Mulai dari universitas negeri dan terbesar yakni Universitas Sriwijaya (Unsri), hingga pondok pesantren tertua pun ada di Ogan Ilir 

Seperti daerah lain di Sumatera Selatan, agama yang berkembang di Ogan Ilir juga mayoritas Islam. Hingga kini banyak pondok pesantren berdiri di Ogan Ilir. Namun menjadi ironi, karena ternyata Ogan Ilir belum bebas dari buta aksara Alquran. Terutama di pedesaan, sekitar 30 persen warganya masih harus belajar Alquran dari Iqro 1, buku Iqro yang biasa dipakai anak TK di kota-kota besar. Sungguh Ironi!

Banyak faktor yang menggerus semangat untuk menuntut ilmu agama di warga Ogan Ilir. Banyak masjid berdiri megah, tapi sunyi karena kurangnya kegiatan ibadah atau bisa disebut kurang makmur. Padahal, memakmurkan tempat ibadah adalah tugas umat melalui kegiatan majelis taklim.

Kondisi itu menjadi kegelisahan Rodiah, seorang ASN penyuluh agama dari Kementerian Agama Kabupaten Ogan Ilir. Bersama sejumlah penyuluh non-ASN atau populer dikenal honorer tergerak untuk mengikis buta aksara Alquran, walaupun niat dan gerakan ini memerlukan pengorbanan dan perjuangan tidak mudah. 

Rodiah bersama penyuluh honorer berusaha semampunya ke luar masuk kampung dan desa di Kecamatan Tanjung Raja, Ogan Ilir. Mereka mendatangi warga untuk membantu warga belajar membaca Alquran. Terkadang harus melintasi jalan desa yang berlumpur di saat musim hujan dan berdebu di musim kemarau, namun para muslimah tangguh ini tidak pernah gentar atau mundur. 

Tidak jarang mereka harus menyusuri rawa, menyeberang sungai untuk menemui warga yang sudah menunggu di kampung-kampung. Terkadang di tengah jalan yang berlumpur dan pakaian basah oleh hujan, sempat terpikirkan untuk memutar dan pulang. Namun ingat warga yang sudah menunggu, dingin dan lumpur harus diabaikan. "Kadang warga terpaksa meminjam bajunya, karena pakaian kita basah di jalan," ucap Rodiah, seorang perempuan sarjana agama alumni Fakultas Syariah. 

Share

Ads