PALEMBANG, GLOBALPLANET - Wacana penerapan pajak sepeda menjadi potensi pajak bagi pemerintah daerah, selama Undang-undang (UU) belum dicabut. Artinya, ungkap Walikota Palembang, Harnojoyo, pajak/retribusi sepeda, menjadi potensi yang sah bagi pendapatan daerah.
"Jika UU pajak sepeda atau peneng, belum dicabut. Tentu itu bisa jadi potensi bagi daerah," ungkapnya.
Terkait pembahasan Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang terkait penerapan pajak sepeda, itu masih sebatas wacana. Kalaupun nanti diterapkan, mungkin penerapannya berdasarkan klasifikasi jenis dan harga sepeda.
"Bukan berarti kita mengizinkan, tapi itu kan wacana karena ada potensi pajak untuk menambah pendapatan daerah. Mungkin penerapannya untuk sepeda-sepeda mahal. Ini kan jadi bentuk kontribusi mereka terhadap daerah," tandasnya.
Terpisah, Kepala BPPD Kota Palembang, Kgs Sulaiman Sulaiman Amin menerangkan, masih mencari aturan terkait pajak sepeda atau yang dulu disebut Peneng.
Sulaiman mengatakan, penerapan pajak sepeda masih jadi bahasan. Karena sifatnya retribusi, maka dirinya akan berkoordinasi dengan pihak Dinas Perhubungan.
"Kita lihat dulu, apakah fenomena ini bersifat permanen atau hanya musim-musiman, takutnya ini tidak lama," ungkapnya.
Berdasarkan catatan sejarah, kebijakan peneng sudah ada sejak masa pemerintahan kolonial dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Jepang hingga awal kemerdekaan. Sebelumnya, peneng merupakan plombir atau lempengan logam diukir sesuai dengan bentuk kota. Bergulirnya waktu bentuknya menjadi stiker alias peneng.
Sistem penerapan peneng pada masanya dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Proses pembayaran kebijakan tersebut adalah dengan cara menukar stiker kecil yang bernilai uang. Maksudnya, tiap pergantian stiker lama dan baru bernilai dan diharga Rp5-10 dalam periodenya.
Kemungkinan penerapan pajak sepeda di Palembang juga didorong dengan aktivitas masyarakat yang mulai aktif bersepeda di jalan raya. Apalagi, seandainya kebijakan peneng berjalan lancar tentu berpotensi menjadi pendapatan daerah baru bagi kota pempek ini.
Bila nanti aturannya ada kepastian, maka penerapan retribusi/pajak sepeda bakal disesuaikan dengan kondisi daerah. "Contohnya dulu becak saja ada retribusinya. Sepeda juga dulu ada, tapi harus dilihat dulu aturannya," jelas Sulaiman.
Ia melanjutkan, dalam pengenaan retribusi atau pajak sepeda tidak bisa dilakukan sembarangan. Karena sistem pemberian pajak harus melalui evaluasi, dan bakal dilihat sesuai klasifikasi-klasifikasinya, sama seperti kendaraan bermotor.
"Kalo untuk pajak sepeda mungkin kita klasifikasi berdasarkan harga. Jika sepedanya murah, pajaknya kecil, kalo sepedanya mahal maka pajaknya juga berbeda," ujarnya.
Apabila pajak sepeda diterapkan, terang Sulaiman, selanjutnya Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang pun dapat menyediakan parkir khusus sepeda, dan hasilnya juga bisa jadi pendapatan tambahan untuk daerah.
"Mudah-mudahan ini bertahan terus, jangan seperti batu akik. Karena cukup banyak potensi pajak bisa digali untuk menambah PAD, tapi gara-gara Covid-19 ini kita tidak bisa bergerak. Mungkin setelah Covid-19 ada potensi pajak baru," tutupnya.