PRABUMULIH, GLOBALPLANET.news - Peryataan tersebut mengenai angkutan batu bara pihak perusahaan yang akan tetap melintasi Kota Prabumulih, khususnya di Kelurahan Gunung Kemala dan sekitarnya, meskipun telah tegas dilarang.
“Kalau dahulu kita dijajah Belanda hampir 350 tahun, sekarang ini perusahaan asing memakai orang lokal agar mau diadu domba melawan Prabumulih. Sedangkan, keuntungan menikmati orang luar. Karena, melarang angkutan mengangkut batu bara ke perusahaan itu. Padahal, banyak efek negatifnya angkutan tersebut melintas khususnya di wilayah Kelurahan Gunung Kemala,” tukas Ridho, sapaan akrabnya ketika dibincangi, Senin (5/10/2020).
Suami dari Ir Hj Suryanti Ngesti Rahayu ini menyayangkan, orang lokal yang diperalat dan diadu domba membela kepenting orang luar.
“Padahal jelas, selama ini Prabumulih salah satu kota menjadi tempat angkutannya melintas. Harusnya, ada tanggung jawab sosial. Tetapi, pada kenyataannya tidak ada. Kalau tidak ada Perwako tentang pelarangan penambangan batu bara, mungkin kawasan Kelurahan Gunung Kemala sudah menjadi lokasi penambangan,” jelas dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, harusnya bangga sebagai warga Prabumulih, pemimpinnya cinta lingkungan dan menolak adanya tambah batubara. Dan, tidak setiap daerah demikian.
“Kalau perusahaan tersebut memang hebat, harusnya bikin jalan sendiri. Jangan menggunakan jalan pemerintah, sudah jelas aturannya. Perusahaan batubara, harus punya jalan sendiri. Sehingga, tidak menganggu dan membahayakan masyarakat di lintasinya,” tambahnya.
Harusnya, kata dia, warga lokal bekerja di perusahaan tersebut memihak kepentingan masyarakat. Bukan sebaliknya, menguntungkan perusahaan dan merugikan masyarakat.
“Kalau kita biarkan demikian, lama-lama akan merajalela. Kita akan tegakkan aturan, angkutan perusahaan tersebut tidak hanya kita larang dan juga distop,” pungkasnya.