Instrumentalisasi isu-isu SARA merupakan salah satu cara untuk menggerakkan, mobiIlisasi sentimen politik, membedakan, membangun demarkasi dengan pihak lain yang berbeda.
Mengapa dalam kasus pemilu dan pemilihan di Indonesia terjadi Instrumentalisasi SARA? Setidaknya ada beberapa faktor, di antaranya faktor kompetisi yang zero sum, komunalisme, struktur mobilisasi kelembagaan yang dianggap tidak efektif, kekuataan kelembagaan partai lemah diganti loyalitas pemilih yang tinggi kepada figur dan simbol-simbol sentimen politiknya.
Kampanye berbasis SARA jelas merupakan suatu hal yang melanggar norma kampanye pemilu. Ada beberapa hal implikasi SARA dalam kampanye, dari aspek pengembangan demokrasi jelas sekali bahwa pengunaan isu SARA dalam kampanye akan melemahkan institusi demokrasi, terutama partai, karena gagal menjadi institusi sumber dalam penyampaikan pesan-pesan politik.
Kegagalan proses pendidikan politik, serta partai politik/calon tidak perlu bekerja keras meyakinkan pemilih melalui program-program, semua kondisi tersebut dapat mengurangi legitimasi penyelenggara pemilu, pengawasan pemilu dan menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap demorkasi elektoral dan norma-norma pemilu.
Jika dilihat dari aspek sosio-politik, penggunaan SARA dalam kampanye akan menimbulkan politik distingtive, segmentasi komunal yang semakin tajam, penguatan politik identitas atas dasar isu SARA menuju zero sum conflict, menjadi memori politik kolektif yang tidak inklusif serta sebagai jalan pintas bagi kemenangan politik “semu”.
Bagaimana solusinya terhadap politisasi SARA dalam kampanye? Yaitu dengan memperkuat kelembagaan struktur mobilisasi partai politik, mempertegas regulasi pemilu dan pemilihan, memberi sangsi politisasi SARA dalam kampanye (denda, pidana, pembatalan pencalonan), memperkuat pengawasan, memperkuat literasi politik, serta demokrasi dan kesetaraan politik. Fungsi partisipasi masyarakat dan sosialisasi penyelenggara pemilu harus diperkuat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin meluasnya penggunaan isu SARA di dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama, adanya perubahan di dalam desain kelembagaan demokrasi, terutama mengenai aspek regulasi pemilu pasca amandemen konstitusi.