loader

Keamanan Siber di Indonesi Dinilai Masih Rentan

Foto
Dr. Joe Burton, Associate Lecturer at the School of International Relation, University of St Andrews, memaparkan materi dalam konferensi yang dilaksanakan Universitas Pertamina. (Foto: Ist)

Konferensi Internasional bertema ‘Contemporary Risks Studies on Business, Economics, Communication, and International Relations during COVID-19 Pandemic’ tersebut, juga turut dihadiri oleh: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.

Ketiga menteri menyampaikan dukungan dan apresiasi terhadap pelaksanaan forum multi-level dan interdisipliner tersebut. Utamanya dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah di berbagai sektor dalam rangka memitigasi potensi ancaman di tengah pandemi.

Hadir sebagai narasumber dalam sesi pertama: Iman Rachman, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha, PT Pertamina (Persero); Enrico Hariantoro, Executive Director of Integrated Financial Services Sector Policy Group, The Financial Services Authority; Prof. Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM; Herman Saheruddin, Director of Research Group, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); dan Ety Yuniarti, Senior Vice President Risk Management, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sementara itu, sesi kedua konferensi diisi oleh para akademisi dari berbagai kampus kenamaan mancanegara, yakni: Prof. Dr. Benjamin K. Sovacool, University of Sussex Business School, United Kingdom; Dr. Joe Burton, University of St Andrews; dan Prof. David Alexander, University College London (UCL).

Dalam hal perlindungan diri terhadap kejahatan siber, Direktur IT sekaligus pakar teknologi informasi dan komunikasi Universitas Pertamina (UPER), Erwin Setiawan, M.T.I., menyatakan, pemanfaatan teknologi informasi perlu disertai kemampuan untuk menjaga keamanan informasi baik bagi institusi maupun individu.

“Masyarakat perlu tahu bagaimana berperilaku aman di dunia maya. Misalnya, menghindari penggunaan WIFI di area publik untuk mengakses informasi yang sensitif, terutama untuk melakukan transaksi keuangan. Jangan mudah percaya kepada orang yang meminta password atau OTP. Dan yang paling penting, hindari mengunggah informasi atau identitas pribadi yang berpotensi disalahgunakan di media sosial," tuturnya.

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pertamina tersebut juga memberikan himbauan bagi perusahaan atau organisasi yang sudah intensif menggunakan teknologi informasi pada proses bisnis. "Perusahaan harus memiliki strategi atau tim khusus pengelola risiko pemanfaatan TIK, untuk mengantisipasi potensi kejahatan siber yang dapat merugikan perusahaan," ujarnya.

Share

Ads