loader

Kecaman Kemendagri, Tindak Tegas Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Untuk itu, jika melanggar lagi, artinya bebal. Sanksi akan lebih berat lagi. Bahkan, pimpinan daerah yang ikut dalam pemilihan kepala daerah bisa dikeluarkan dari arena pemilihan alias didiskualifikasi.

"Pilkada itu ibarat pertandingan bola anda tidak boleh melawan wasit saat bertanding, bisa dikeluarkan dari lapangan pertandingan, dicoret begitu," kata Bahtiar, di Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Diketahui hingga 7 September, Kemendagri telah melayangkan teguran tertulis kepada 51 kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran mulai dari penyaluran bansos, deklarasi dan terjadi kerumunan saat pendaftaran. Enam diantaranya kepala daerah di Sumsel.

Menurut Bahtiar, sejak awal, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilihan sepakat melanjutkan Pilkada ini dengan mengutamakan keselamatan warga negara. Itu mesti ditempatkan di atas segalanya. Artinya,  semua tahu bahwa Pilkada ini memang berpotensi terjadinya aktivitas orang dalam jumlah besar. Maka seluruh tahapan Pilkada serentak 2020 ini  dibuat sedemikian rupa, berbeda dengan Pilkada sebelumnya. 

Ada protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada yang mesti dipatuhi. Itu yang kemudian oleh KPU diterjemahkan dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020, PKPU Nomor 10 Tahun 2020 yang mensyaratkan protokol kesehatan. Termasuk di Pasal 49 ayat 3 itu bagaimana tata cara pendaftaran, pendaftaran itu diisyaratkan dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang hanya dihadiri oleh ketua dan sekretaris dari partai politik, atau ketua sekretaris tim suksesnya kalau calon perseorangan. "Jadi tidak boleh ramai-ramai," kata Bahtiar.

Intinya, kata dia, tidak boleh ada kerumunan. Ini untuk mencegah potensi penularan virus Covid-19. Maka  tidak ada toleransi sedikitpun bagi pelaku pelanggar protokol kesehatan termasuk di Pilkada ini. Hukumnya sudah jelas. Hukum terkait dengan kesehatan khususnya tentang protokol kesehatan, ada UU Karantina, UU Penyakit dan Inpres Nomor 6 Tahun 2020. 

"Kalau masih ada saja Bapaslon begitu, apalagi temuan Bawaslu itu 243 daerah,  nah ini mau jadi pemimpin seperti ini. Anda bayangkan bahwa orang-orang seperti ini yang mengetahui aturan dan sudah tahu bahwa bahayanya Covid-19, kalau orang ini nantinya terpilih, anda bisa bayangkan akan jadi apa daerah itu tahun 2021. Jadi ini bukan soal orang siapa yang melanggarnya ya. Yang kita cegah adalah perilakunya. Perilaku yang secara diduga patut diduga secara sengaja memang mendorong kerumunan. Kan kita lihat disitu ada videonya itu ada yang mengumpulkan massa di lapangan sambil joget begitu segala macam," ujarnya.

Bahtiar menambahkan, Bawaslu memang belum bisa memberikan sanksi, karena mereka yang melanggar statusnya masih bakal pasangan calon. Belum ditetapkan sebagai pasangan calon. Tapi ada dua hukum. Satu tentang hukum kesehatan. Satu lagi adalah hukum Pilkada. Kalau hukum Pilkada memang mengatur jenis dan aktivitas tahapan Pilkada yang melanggar protokol kesehatan. Namun  jangan lupa ada hukum satu lagi. Ada UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit. Kemudian ada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Ada Peraturan Presiden. Ada Keputusan Satgas. Ada Inpres Nomor 6 Tahun 2020.  Seluruh hukum-hukum itu mengatur dan mengikat setiap warga negara. Siapapun,  termasuk warga negara yang menjadi kontestan Pilkada. Wajib hukumnya patuh dalam protokol kesehatan. Dan dalam konstitusi, UUD 1945 juga ditegaskan setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan.

Share

Ads