PALEMBANG, GLOBALPLANET - Mahasiswa menjadi pewaris kelapa sawit masa depan. Maka mahasiswa harus menjaga sawit, dengan populasi sawit sekarang setara dengan Korea Selatan dengan sebanyak 16 juta pekerja.
"Bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada sawit untuk 16 juta pekerja, bekerja apa sebanyak orang ini menghidupi anak dan istrinya. Jadi fakta tidak itu sudah tidak terbantahkan menjadi tantangan bagaimana kita harus menjaga sawit," ujar Ketua GAPKI Bidang Ketenagakerjaan, Sumarjono Saragih dalam acara GENSAWIT Talkshow 2024 peran kelapa sawit bagi Indonesia, Selasa (23/4/2024) di Hotel Novotel Palembang.
Di hadapan mahasiswa yang hadir, Sumarjono Saragih menjelaskan bahwa adik mahasiswa yang tinggal di Sumatera Selatan tentu sangat familiar dengan karet karena Sumsel salah satu pusat perkebunan karet dan berbeda dengan kelapa sawit. "Kelapa Sawit 42 persen petani dan karet lebih dari 95 persen petani di Sumsel," ungkapnya.
Namun, dalam data yang diperoleh saat ini banyak perusahaan karet yang sudah tutup. Jadi, kalau kita tidak jaga artinya ada ancaman kelapa sawit bisa bernasib sama.
"Saya menceritakan melalui berbagai cara, melalui media sosial semua cerita saya tuliskan apa yang saya lakukan dan kanal YouTube untuk mencoba melihat dengan cara berbeda dari aspek sosial lebih spesifik lagi tentang manusia atau pekerja, kita juga secara proaktif berbagai publikasi dengan berbagai pihak. Ada dua buku saya dan sudah digunakan untuk mengadvokasi kelapa sawit ke setiap orang, termasuk duta besar Swiss saat berkunjung ke Jakarta saya ceritakan tentang sawit," jelasnya.
Masih katanya, menceritakan bagaimana sawit Indonesia itu memperlakukan pekerjanya, bagaimana melindungi, menghargai, menghormati anak - anak diperkebunan. "Ada bengkel, tpa, klinik, bus sekolah, bahkan dibeberapa tempat dibangun sekolah ketika tidak ada sekolah lainnya seperti publik pemerintah atau swasta. Kita melakukan dengan kolaborasi kepada penggiat aktivis anak, para serikat buruh, ini sebuah cara dan pendekatan baru kita untuk mengadvokasi sawit karena sawit tentang nasib dan masa depan hidup," kata Sumarjono Saragih.
Sawit bukan hanya tentang perusahan dan pekerja saja tetapi tentang masa depan kita.
Pada masa pilpres, tiga tim sukses mengundang kita. Mendengar visi misi mereka mau dibawa kemana sawit Indonesia, dan bila terpilih maka akan menyelesaikan permasalahan sawit.
"Karena saya tidak sempat berdialog tidak ada waktu panjang, salah tuliskan opini saya di kompas bahwa tanpa sawit tidak akan ada Indonesia Emas. Argumentasi nya apa, sawit ada di 160 kabupaten ada pada ribuan desa menjadi sumber nafkah para pekerja dan ekosistemnya yang menghidupi membiayai sekolah pendidikan dan kesehatan anak - anak, dan sawit bisa menjadi motor pembangunan ekonomi pedesaan di ribuan desa," ungkapnya.
Menurut Sumarjono Saragih bahwa sawit punya sumber daya, punya organisasi yang bisa menjadi mitra pemerintah untuk menjangkau desa yang terpencil di seluruh negeri.
"Bila pemerintah mau melihat sawit, mau mengurusnya, dengan cara yang tepat. Dalam satu tahun sawit memberikan devisa hingga 600 triliun, jadi sawit itu terlalu penting untuk diurus dengan cara seperti sekarang," katanya.
Apa yang harus kita lakukan, Industri, akademisi, bpkds, GENSAWIT, mari kita lakukan cara - cara lain tentang sawit yang pion ekonomi, pion lingkungan, sebagai cerita manusia, cerita masa depan Indonesia, cerita Indonesia emas.
"Tanpa sawit Indonesia Emas hanya ilusi, sawit Indonesia 'kita', Sawit Indonesia 'kita'," tegasnya.
Terkait pertanyaan banyaknya isu tentang sawit, Sumarjono Saragih mengungkapkan bahwa analogi sederhana di contohkan resiko orang ganteng dan cantik selalu diintip celahnya untuk dicari kelemahannya.
"Sawit sudah terlalu besar dan mengancam pesaingnya tidak berdaya dan kita semakin berjaya," pungkasnya.