PALEMBANG, GLOBALPLANET - Siswa Waluya, ketua paguyuban pengrajin tempe di Macan Lindungan mengatakan, sejak hari Sabtu (9/1/2021) kemarin. Pengrajin tempe di Macan Lindungan yang berjumlah 85 orang telah berhenti memproduksi tempe.
"Kami sudah stop produksi sejak hari Sabtu ini, dan tidak akan berdagang selama tiga hari 11-13 Januari 2021, kembali berjualan di tanggal 14 Januari, " kata Siswa, Minggu (10/1/2021).
Bukan tanpa alasan, paguyuban pengrajin tempe yang ia ketuai menyetop produksi dan berdagang karena memikirkan konsumen yang harus mengelnarkan uang yang sama tapi mendapat porsi tempe lebih sedikit.
"Tempe ini makanan rakyat gizinya setara dengan daging sapi, semua orang bisa makan. Konsumen kami kalangan bawah, " ungkapnya.
Selama mogok produksi dan berdagang ia berharap harga kedelai segera turun perlahan. Mogok produksi dilakukan bergantian setelah para pengrajin tempe di daerah Jawa telah melakukannya.
"Bergantian, setelah rekan-rekan di Pulau Jawa mogok produksi sekarang giliran kami. Kami juga tak mungkin lama mogok. Selesai mogok, harapannya harga kedelai mulai turun berangsur, " bebernya.
Bagi para pengrajin kenaikan harga kedelai tidak menjadi masalah karena memang bukan kelangkaan barang yang jadi penyebab. Namun yang menjadi keluhan para pengrajin adalah berkurangnya karyawan.
Ia sempat memantau harga kedelai berangsur naik sejak bulan Juli 2020 dari Rp 7.000 hingga Rp 9.300 per kilogram.
"Kondisi ini kalau dari harga kami tak masalah cuman karena kalau begini terus kasian konsumen harga sama tapi porsi tempe lebih sedikit, " tegasnya.
Untuk mengganti kegiatan selama mogok produksi dan berdagang, para pengrajin tempe melakukan gotong royong disekitar pemukiman setiap sore hari.
Siswa menegaskan pihaknya tidak bermaksud untuk diminta naikkan harga kedelai atau maksud lainnya. "Bukan berarti mau membuat kisruh, memikirkan konsumen kami, " tegasnya lagi.