JAKARTA, GLOBALPLANET - Referendum yang diikuti 51 persen dari total jumlah daftar pemilih tetap (DPT) itu untuk sementara waktu memenangkan FTA RI-Swiss, termasuk perdagangan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Kami menyambut baik sikap masyarakat Swiss yang memahami isu-isu keberlanjutan sawit dengan baik," kata Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi, Selasa (9/3/2021).
Tofan yakin sektor kelapa sawit akan selalu mendapat protes di Benua Eropa karena banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menentang minyak sawit masuk perjanjian IE-CEPA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement).
"Tentu saja, serangan terhadap sawit di Tanah Eropa masih akan terus terjadi selama sawit masih menjadi komoditas nomor satu dalam pasar minyak nabati dunia," ujar Tofan.
"LSM-LSM anti-sawit di Swiss masih terus mencari cara lain agar sawit tidak masuk dalam IE-CEPA," tambahnya.
Sebanyak 51,6 persen suara masyarakat Swiss mendukung minyak sawit Indonesia bisa dijual di pasar Swiss bebas bea cukai. Sebelumnya, kampanye penolakan produk kelapa sawit dan turunannya dari Indonesia terjadi di Swiss. Bahkan, usulan referendum penolakan produk tersebut masuk ke Bundekanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss.
Pada Juli 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Swiss menyebut, referendum itu muncul karena ada kelompok yang tidak setuju dengan IE-CEPA, lantaran terdapat komoditas minyak sawit yang masuk di dalam drafnya.