PALEMBANG, GLOBALPLANET - Menanggapi pemberitaan mengenahi ahli waris konflik agraria yang divonis 8 bulan penjara, pihak perusahaan kelapa sawit PT Sampoerna Agro angkat bicara.
Humas PT Sampoerna Agro, Fajar mengatakan, terkait kasus tersebut telah melalui serangkaian proses hukum pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) dari yang bersangkutan telah ditolak oleh Mahkamah Agung.
"Selain itu, terkait proses hukum keperdataan saat ini, yang bersangkutan sedang melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi Palembang yang tetap menguatkan Putusan PN Kayuagung yang pada intinya menolak gugatan dari yang bersangkutan, terima kasih," ujar Fajar melalui pesan WhatsApp.
Diberitakan sebelumnya, dinilai mencederai rasa keadilan, salah satu ahli waris sengketa agraria di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang sempat divonis penjara meminta keadilan.
"Kami hanya butuh keadilan terkait permasalahan tanah yang kami hadapi, soalnya saya di usia senja ini sudah divonis 8 bulan penjara, sehingga kami menilai kasus ini jauh dari rasa keadilan," kata Ahli Waris Eli Rosa (65) warga desa Sumber Hidup Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI, Selasa (21/3/2023).
Dikatakan Elli, kasus ini berawal dari Alm Malhai Deroni selaku orang tuanya memiliki hak tanah adat peladangan sonor seluas panjang 2000 m dan lebar 1240 m terletak di wilayah Sungai Kemang dan Sungai Raman Desa Sungai Menang Kabupaten OKI berdasarkan keterangan hak tanah yang dikeluarkan Kerio (kepala desa) Dusun Sungai Menang pada tanggal 25 Nopember 1982.
"Selama ini di areal tanah hak orang tua kami tersebut dijadikan usaha penangkapan ikan bagi keluarga besar bersama masyarakat," terangnya.
Namun ternyata kata Elli, pada tahun 2008 dengan tanpa hak dan melawan hukum ternyata tanah hak usaha alm orang tuanya, seluas 248 ha digusur dan ditanami kelapa sawit oleh perusahaan perkebunan, dengan dalil lahan tersebut termasuk dalam hak guna usaha.
"Berbagai upaya kami lakukan mempertahankan hak kami, di antaranya mengirim surat ke bupati dan Wakil Bupati OKI, Gubernur bahkan ke Presiden dengan bukti jawaban Mensesneg terlampir, namun tidak ada perhatian," ucapnya.
Upaya lainnya yang dilakukan, ujar Elli, dengan mendirikan pondok, namun dilaporkan ke pihak berwajib oleh perusahaan perkebunan, hingga di sidang dan diputuskan tidak sesuai dengan keadilan yang kami harapkan.
"Atas keputusan perkara tersebut kami merasa terzolimi tidak sesuai fakta yang digugat di pengadilan, dan saya sempat divonis 8 bulan penjara pada tahun 2022," terangnya.
Atas hal tersebut Elli selaku ahli waris merasa dirugikan secara material dan immaterial, selama 14 tahun hingga saat ini.
"Saya memohon kepada Presiden dan bapak Kapolri dapat memberikan keadilan bagi masyarakat kecil seperti kami yang haknya diambil," pungkasnya.