loader

Budaya Hemat Thrifting yang menyebabkan Kemarahan Pemerintah

Foto

AKULTURASI - yang terjadi di Indonesia menyebabkan fashion thrifting (membeli pakaian bekas) menyebar luas di wilayah Indonesia. Khususnya di pulau Jawa dan banyak anak muda yang mengikuti kultur dari luar, sehingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan fashion yang sama termasuk dengan memberikan pakaian bekas.  

Istilah thrifting di Indonesia mengacu pada kegiatan berburu pakaian bekas. Thrifting merupakan kegiatan jual beli barang bekas seperti pakaian, tas, sepatu dan lain lain. Tujuannya adalah untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat membantu untuk membeli pakaian diinginkan dengan harga yang ramah. Tak jarang juga masyarakat bisa mendapatkan barang bermerk seperti LV, H&M, dan ZARA yang ramah di kantong sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk membeli barang thrifting tersebut dan merancang sebuah referensi fashion daily outfit atau yang biasa sering disebut OOTD. 

Jauh sebelum pandemi, beberapa orang sudah mengenal dan terlibat membeli pakaian bekas. Meski begitu, memakai baju bekas masih dianggap tabu dan memalukan bagi kebanyakan orang. Namun kegiatan hemat ini malah menjadi trend, bahkan menjadi sorotan, hemat yang dulunya dianggap biasa saja kini digandrungi anak muda. Mereka bahkan tidak malu lagi untuk membeli baju bekas tapi terang terangan membeli baju bekas di media sosial atau marketplace. 

Menggunakan pakaian bekas hasil thrifting ini sering dianggap sebelah mata oleh masyarakat, namun dengan kreativitas masyarakat sehingga hasil thrifting ini menjadi fashion stylish yang luar biasa.

Akan tetapi Presiden Joko Widodo melarang keras bisnis baju impor thrifting karena dianggap mengganggu Industri tekstil dalam negeri. “Sudah saya perintahkan untuk mencari betul itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu, jadi yang namanya impor barang bekas harus di stop." 

Larangan impor barang bekas tersebut muncul karena melihat hasil penelitian yang ada bahwa pakaian thrift yang diimpor dapat mengancam kesehatan dan ekonomi, karena tidak diketahuinya asal usul barang dan tingkat keamanannya, yang bisa menyebabkan beberapa penyakit ringan hingga penyakit berat. 

Mengimpor barang bekas atau thrifting akan terancam sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Sanksi tersebut sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Dan dalam pasal 47 disebutkan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan yang baru. Impor barang bekas hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh menteri. 

Baru baru ini baju bekas impor atau thrift ilegal senilai Rp80 miliar dimusnahkan dengan cara dibakar di Cikarang, Jawa Barat, pada Selasa 28 Maret 2023. Pedagang pakaian bekas impor yang kehilangan penghasilan karena barangnya disita akan diberi tunjangan oleh Kementrian Koperasi dan UKM untuk menjadi penjual produk dalam negeri. 

Namun, dari larangan pemerintah tentang impor barang bekas atau thrifting menyebabkan masyarakat miskin bahkan di kalangan mahasiswa tidak setuju dengan pemerintah karena dengan adanya thrifting ini mempermudahkan masyarakat miskin untuk membeli baju dengan harga murah tapi kualitas bagus. 

Untuk membeli barang dalam negeri ini bahannya sangat berbeda jauh dengan bahan thriftng tersebut sehingga masyarakat masih memilih untuk membeli barang barang dari thrifting ketimbang membeli baju dalam negeri. Sangat disayangkan karena kenapa pemerintah membiarkan barang barang sebanyak itu harus dibakar. Kenapa tidak dibagikan secara kolektif kepada masyarakat yang terkena dampak dari bencana alam. 

Namun untuk memberhentikan impor barang bekas atau thrifting, yang dilakukan pemerintah sudah sangat benar karena ada banyak beberapa faktor negatif yang menjadi pertimbangan pemerintah. Salah satunya segmentasi itu bisa berubah dan bisa dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan perilaku konsumen bisa dipengaruhi oleh lingkungan dan sosial media. 

Jadi ketika banyak orang yang memilih bisnis thrifting dan membuat trend baru di sosial media maupun lingkungan, bahwasannya akan mengubah mindset masyarakat bahwa dengan membeli produk thrifting bisa mendapatkan produk luar negeri dengan harga murah dan barang yang bagus, maka sebagian orang akan mengikuti trend ini yang mana biasanya membeli brand lokal malah beralih ke thrifting dan ini sangat mengganggu industri tekstil. 

Coba bayangkan kalau misalnya baju bekas terus menerus diimpor dari Ahina, Amerika, Thailand, dan Jepang mungkin membuat negara negara lain berbondong bondong ikut ekspor baju bekas ke Indonesia karena pasar baju bekas di negara kita sangat besar sekali. Lalu bagaimana nasib perusahaan tekstil dan martabat negara kita sebagai penerima baju bekas.

Untuk perusahaan tekstil dalam negeri agar lebih memperhatikan bahan produksi agar masyarakat tidak ragu lagi membeli produksi tekstil dalam negeri. Dan untuk masyarakat yang sudah terjun di dunia bisnis thrifting tidak salahnya untuk mencoba bisnis baru yaitu menjual barang produksi dalam negeri yang lebih kreatif, inovatif dan menarik.

 

 

 

Penulis : Miftahul Azmi
Mahasiswi FISIP UIN Raden Fatah Palembang 

 

 

 

Disclaimer: Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

Share

Ads