BANYUASIN, GLOBALPLANET - Desa Sukamakmur, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu desa pengrajin batu bata di Provinsi Sumatera Selatan. Untuk datang ke Desa Sukamakmur butuh waktu 1 jam setengah dari kota Palembang menggunakan kendaraan bermotor untuk sampai ke desa pengrajin batu bata ini.
Terik mentari mendukung proses pembakaran batu bata di bangsal batu bata milik pria bernama Bahron, salah satu pengrajin batu bata di Desa Sukamakmur. Bangsal tersebut beratapkan nipa, tidak berdinding dan di topang oleh tiang-tiang yang terbuat dari kayu gelam.
“Rata-rata penduduk di Desa ini berprofesi sebagai pekerja di bedeng batu bata,” kata Bahron membuka percakapan beberapa waktu lalu.
Tidak berjauhan dari bangsal miliknya, terlihat bangunan serupa di sisi kanan dan kiri. Disamping tempat pembakaran yang biasa disebut Dapur, berjejer batu bata yang sudah dibakar. Sementara itu dibagian luar terdapat kedukkan galian tanah liat dengan kedalaman 6 meter yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan Batu Bata.
“Kualitas tanah liat di setiap daerah yang berbeda beda membuat kualitas batu bata nya juga berbeda. Tetapi tanah liat yang ada di desa ini mempunyai tekstur yang bagus, yaitu lembut dan halus tidak berpasir, sehingga batu bata yang diproduksi mempunyai kualitas yang baik,” beber Bahron sambil menunjuk lubang galian tanah.
Dia juga mengatakan bahwa proses awal pembuatan batu bata dimulai dengan menggali tanah, tetapi bukan dengan cangkul ataupun sekop, melainkan di gali dengan mesin kokoh berlapis baja yang biasa kita sebut ekskavator. Mesin ini bertugas mengeruk tanah kemudian mengambil tanah liat sehingga dapat di olah menjadi batu bata.
Proses selanjutnya tanah liat yang sudah di peroleh kemudian di giling dengan mesin yang biasa disebut mesin molen, tanah liat tersebut di giling sampai lunak agar dapat mempermudah proses pencetakkan.
Kemudian setelah digiling tanah liat dicetak di mesin yang sama sehingga berbentuk batu bata pada umumnya seperti yang kita ketahui.
Setelah itu, proses pembuatan belum lah selesai karena masih ada tahap-tahap selanjutnya. Setelah batu bata di cetak menyerupai batu bata pada umumnya, batu bata tersebut memasuki proses pengeringan selama kurang lebih satu minggu.
Proses ini tidak memerlukan mesin ataupun alat alat lainnya, melainkan di susun pada tempat pengeringan yang terpapar sinar matahari sehinggga batu bata dapat kering dengan sempurna.
Kemudian setelah melewati proses pengeringan, batu bata di masukkan ke dalam tempat pembakaran, berupa ruangan bertingkat 2, tingkat paling bawah yaitu tempat kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk batu bata tersebut, dan tingkat kedua digunakan untuk tempat batu bata itu sendiri.
Batu bata tersebut di bakar di kobaran api kurang lebih selama 3-4 hari, Api pada proses pembakaran selalu di pantau dan di jaga 24 jam oleh para pegawai agar tidak padam dan tidak terlalu besar agar tidak membuat batu bata tersebut gosong. Kemudian setelah itu barulah batu bata memasuki tahap proses terakhir yaitu proses pendinginan, pada proses ini batu hanya di diamkan saja selama 2 hari agar suhu batu dapat stabil dan tidak panas.
“Setelah semua proses itu selesai, barulah kami memasarkan batu bata produksi kami tersebut, kami biasa memasarkan tidak hanya di wilayah banyuasin saja, tetapi juga ke luar daerah, seperti Prabumulih, Sungai Lilin, Sekayu dan daerah lainnya,” tegas Bahron sambil berjalan mengajak saya keliling bedeng batu bata miliknya.
Dia juga menceritakan lika liku selama ia memulai usaha bedeng batu bata ini, salah satunya ketika bedeng batu bata yang ia miliki pernah terbakar, diakibatkan oleh percikkan api yang mengenai atap-atap kayu pada bedeng tersebut, dan juga ketika gagal produksi dikarenakan kelalaian para pegawai dalam menjaga api pada proses pembakaran batu bata tersebut yang mengakibatkan tekstur batu bata tersebut menjadi garing dan mudah hancur.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam 1 dapur dirinya dapat memproduksi sekitar 60.000 batu bata, kemudian untuk omset pendapatan dalam 1 dapur bisa sekitar 5 juta. Proses pemasaran batu bata tersebut bisa di ambil sendiri dan bisa diantar, untuk biaya pengantaran tergantung jarak tempuh ke lokasi tujuan, untuk kisaran jarak 7 km dari bedeng biaya ongkir bisa sekitar Rp.100.000,00.
“Awal mula saya membuka usaha bedeng batu bata itu Cuma 1 bedeng dan hanya mempunyai 2 pegawai. Susah senang sudah saya alami, pada saat itu saya juga ikut terjun langsung pada proses pembuatan, tapi alhamdulillah sekarang saya sudah mempunyai 5 bedeng batu bata dan saya juga sudah mempunyai beberapa pegawai sehingga sekarang saya hanya mengawasi saja, tidak ikut kerja,” jelas dia sambil tersenyum.
“Kita hidup itu berproses, tidak bisa yang namanya instan. Kita harus mencintai setiap proses dalam hidup kita agar hasil yang kita peroleh maksimal dan memuaskan,” tutup Bahron.
Oleh: Arnalin Refkalia Lorenra
Mahasiswi Fakultas FISIP, Prodi Ilmu Politik, UIN RADEN FATAH PALEMBANG