Syaikh Dr. Mushthafa Dieb Al-Bugha dalam sebuah buku menyinggung kemungkaran, berkata: “Mampu mengetahui hal-hal yang ma’ruf dan mengingkari hal-hal yang Mungkar melalui hati merupakan fardhu ‘ain bagi setiap individu muslim, dalam kondisi apapun.
Adapun yang dikatakan lemah atau tidak mampu adalah kondisi di mana dimungkinkan jika ia mengingkari kemungkaran dengan tangan atau lisan adanya suatu bahaya yang akan menimpa dirinya atau hartanya, dan ia tidak mampu menanggung itu semua. Jika kemungkinan ini tidak ada, maka tetap diwajibkan untuk memberantas kemungkaran dengan tangan atau lisan.
Oleh karena itu, setiap muslim wajib mencegah kemungkaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan atau hatinya. Seorang pemimpin wajib mencegah kemungkaran dengan tangannya melalui kekuasaannya. Seorang ulama, ustaz dan da’i wajib mencegah kemungkaran dengan lisannya melalui khutbah, ceramah dan pengajian. Begitu pula melalui tulisan. Bila tidak mampu dengan tangan dan lisan/tulisan, maka dengan hati yaitu membenci kemunkaran tersebut.
Meridhai perbuatan dosa dan kemungkaran hukumnya dosa besar. Nabi Saw bersabda: “Jika satu kemaksiatan dilakukan di muka bumi, maka orang yang melihatnya tapi membencinya, seperti orang yang tidak mengetahuinya. Sedangkan orang yang mendengar dan merestuinya, ia seperti orang yang melihatnya.” (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, siapa yang mengetahui perbuatan dosa, dan ia ridha terhadap dosa tersebut, maka dia telah melakukan dosa besar, baik dia melihat secara langsung atau mendengar. Ini tidak lain karena ia telah ridha terhadap suatu dosa berarti tidak mengingkari dosa tersebut, meskipun dengan hati. Padahal mengingkari dosa dengan hati hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan meninggalkan fardhu ‘ain itu termasuk dosa besar.
Melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkarmerupakan salah satu sifat orang mukmin. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang Munkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah.”(At-Taubah: 71). Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya: “Allah telah menjadikan amar ma’ruf dan nahi Munkar sebagai pembeda antara orang mukmin dan munafik. Dengan demikian, hal ini menunjukkkan bahwa di antara ciri-ciri yang paling istimewa dari orang-orang yang beriman adalah amar ma’ruf dan nahi munkar.(*)
Penulis: Bangun Lubis, Pimred Media Dakwah Satujalan