loader

Tidak Ada Istilah Kebun Sawit Ilegal, Hanya Belum Selesai Legalitasnya

Foto

JAKARTA, GLOBALPLANET - Tanaman kelapa sawit juga merupakan salah satu tanaman perkebunan yang legal dalam UU perkebunan. Tidak ada larangan dalam peraturan perundang- undangan yang melarang kelapa sawit ditanam. Oleh karena itu, tidak ada kebun sawit yang illegal/ dilarang. Berbeda dengan tanaman ganja, itu dilarang atau illegal.

“Bahwa sebagian kebun sawit masih belum lengkap legalitasnya, itu persoalan administrasi ketatanegaraan (kebijakan administrasi tunerial/ land use). Ketidaklengkapan administrasi negara tidak boleh meniadakan hak-hak konstitusi dasar,” kata Dr. Tungkot Sipayung, Pengamat Ekonomi dan Direktur Eksekutif PASPI.

Tentang legalitas kebun sawit itu adalah kewajiban pemerintah, bagian layanan publik, bagi warga negaranya. Sebab pemerintah dibentuk rakyat adalah untuk melindungi dan melayani rakyat antaralain melalui layanan legalitas usaha. Dan hanya pemerintah yang berhak memberikan legalitas dan tidak boleh dari pihak lain.

“Karena itu jika legalitas yang diperlukan kebun kebun sawit belum lengkap apalagi sudah diusulkan, itu adalah kealpan pemerintah,” ujarnya.

Dalam perkebunan saat ini ada 4 legalitas yang mesti diberikan pemerintah yakni legalitas lokasi, Serifikat/ surat tanah dan surat tanda budidaya ( STBD) dan legalitas badan usaha. Keterbelakangan kita membenahi tata administrasi pemerintahan ( governance) dimasa lalu, menyebabkan hampir semua petani, pekebun di Indonesia belum memiliki kegalitas diatas.

Petani padi, petani sayuran, peternakan, perikanan, perkebunan termasuk kebun sawit rakyat, sebagian besar belum memiliki keempat legalitas berusaha pertanian tersebut. Apakah kita sanggup mengatakan bahwa pertanian tersebut yang menyediakan bahan pangan bagi kita selama ini kita sebut illegal?

“Dari keempat legalitas tersebut yang paling bermasalah adalah SK lokasi yang terkait dengan SK pelepasan kawasan. SK lokasi tidak clear, maka sertifikat lahan, STDB tidak bisa clear,” jelasnya.

SK pelepasan kawasan menjadi masalah di Indonesia karena terjebak dalam paradigma bahwa seluruh daratan di Indonesia adalah kawasan kehutanan. Sehingga jika menggunakan lahan/ daratan menjadi bukan untuk kehutanan harus ada pelepasanya. “Saya tidak paham dari mana paradigma ini muncul,” teranya.

Perubahan kebijakan tenurial juga sering berubah ubah sejak dahulu sampai sekarang. Selain kebijakan pemerintah pusat berubah, kebijakan daerah juga sering berubah ubah terutama era reformasi ini. Sehingga banyak perkebunan yang tadinya bukan kawasan hutan lagi bahkan sudah HGU, sekarang dinyatakan sebagai kawasan hutan lindung.

“Ada juga kebun plasma trans yang dulu dibangun Departemen Pertanian tahun 1980-an ( dulu pertanian, Kehutanan, perikanan masih menyatu pada Departemen Pertanian), sekarang dituntut SK pelepasanya,” imbuhnya.

Pada level lapangan, batas batas mana hutan lindung/ konservasi, hutan produksi juga sampai saat ini belum dibuat batas batas yang mudah diketahui masyarakat. Setelah petani buka kebun, tiba tiba oleh aparat kehutanan di daeah dinyatakan sebagai kawasan hutan. Memang ada juga yang nakal nakal, sudah tau hutan lindung masih juga dibuka.

Rumit dan maha kompleks memang terkait kawasan ini. Kalau mau menyalahkan pelaku usaha juga bukan solusi karena hampir semua kasus terkait juga aparat kehutanan.

“Karena itu sebaiknya semua pihak beretikad baik untuk menyelesaikanya. Bagi aparat Kehutanan yang harus diselamatkan adalah hutan yang masih ada saat ini ( 94 juta ha) dan segeralah dibuat batas fisik yang mudah dikenal masyarakat,” ungkapnya.

Untuk kebun kebun maupun areal pertanian lain yang masih statusnya sebagai Hutan produksi/ konversi meskipun tidak ada hutanya lagi, pemerintah atas nama konstitusi sebaiknya memberikan izin pemanfaatan kepada petani yang bersangkutan.

“Jangan lagi pemerintah membiarkan mengambang apa lagi menyebutnya illegal.yang justru membuat petani gelisah ketidak pastian. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan dengan ketidakpastian tenurial ini. Jika terus dibiarkan mengambang, akan menjadi objekan pemerasan terhadap petani. Dan pemerintah juga rugi sendiri karena tidak bisa memungut pajak,” jelasnya.

Share

Ads