JAKARTA, GLOBALPLANET - Korban berjatuhan terus. Saat ini jumlah terinfeksi yang sebagian besar di Tiongkok sudah sekitar 25 ribu orang dan meninggal mencapai 494 orang. Dan jumlah tersebut diperkirakan masih bertambah. Para ahli kesehatan bahkan memperkirakan coronavirus lebih parah dari kasus virus SARS tahun 2003 yang memakan korban 800 orang.
Akibat coronavirus ini, aktivitas masyarakat di luar rumah sangat terbatas. Toko toko, pasar, kantor- kantor, pabrik- pabrik banyak yang tutup. Sektor sektor jasa yang menjadi tulang punggung ekonomi banyak yang tutup atau menghentikan kegiatanya sementara.
Ketika SARS merebak tahun 2003, ekonomi Tiongkok terkoreksi satu persen. Pengamat ekonomi dunia memperikiran dampak Coronavirus jauh lebih besar mengoreksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Sebagai bagian dari biosekurity global, hampir setiap negara menghentikan transportasi udara dari dan ke Tiongkok. Ini memukul sektor pariwisata global.
Coronavirus bukan hanya menulari manusia tetapi juga menulari ekonomi global yang dapat disebut sebagai coronavirus effect. Tiongkok merupakan ekonomi terbesar kedua dunia, importir dan eksportir terbesar kedua dunia. Tiongkok juga penyumbang pariwisata terbesar dunia, yang lagi maniak wisata keseluruh negara, namun kini tidak boleh keluar dari rumahnya.
Ketika ekonomi Naga ini, terkena coronavirus , ekonomi dunia juga secara seismik akan tertular coronavirus effect. Ekspor- impor Tiongkok akan melambat bahkan sebagian terhenti. Dampak seismiknya menurut pengamat pasar global potensial menyeret ekonomi global kedalam resesi jika wabah tersebut tak tuntas sampai bulan Maret depan. Setidaknya risiko ekonomi makin meningkat dari sebelumnya.
Bagaimana dampaknya terhadap ekspor sawit Indonesia? Tahun 2019 lalu, ekspor minyak sawit Indonesia terbesar adalah ke Tiongkok dengan volume 6 juta ton. Lalu disusul India (4.8 juta ton) dan EU ( 4.6 juta ton). Selain itu, untuk pertama kali dalam sejarah tujuan ekspor biodiesel dan oleokimia terbesar Indonesia adalah ke Tiongkok.
Salah satu dampak coronavirus pada ekonomi Tiongkok adalah penurunan pengeluaran untuk konsumsi. Berapa besar penurunan pengeluaran konsumsi ini masih belum terungkap apalagi terkait pengeluaran untuk pangan. Jika pengeluaran masyarakat Tiongkok untuk pangan berkurang secara signifikan akan terimbas pada penurunan permintaan sawit dari Indonesia.
Selain itu, yang juga mempengaruhi impor sawit dari Indonesia adalah penurunan kegiatan yang terkait dengan kegiatan impor seperti aktivitas pelabuhan dan industri pengolahan makanan yang menggunakan minyak sawit di Tiongkok. Apakah kegiatan impor juga bagian dari target biosekurity caronavirus sehingga melarang sandar kapal kapal dari luar Tiongkok, masih belum ada penjelasan.
Kita bergarap coronavirus effect tidak seburuk yang dibayangkan pengamat. Namun jika terjadi kondusi terburuk juga harus kita siapkan. Karena itu langkah antisipasi penurunan impor minyak sawit dari Tiongkok perlu kita lakukan.
Pemerintah dan pelaku usaha, perlu memperbesar ekspor sawit ke kawasan lain seperti kawasan Afrika, dan Asia Selatan. Dan yang paling penting adalah memastikan B 30 didalam negeri berjalan efektif.
Penulis: Dr Tungkot Sipayung, Pengamat Ekonomi dan Direktur Eksekutif PASPI