JAKARTA, GLOBALPLANET - Organisasi Petani, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menanggapinya dengan pesimis. Melalui Sekjen SPKS, Mansuetus Darto mengatakan, penggantian itu tidak mencerminkan niat baik pemerintah untuk metransformasikan lembaga ini menjadi lebih baik dan transparan. Pasalnya, dirut lama tidak memiliki pengetahuan soal kelapa sawit hanya dibekali dengan pengalaman disektor pengelolaan keuangan.
Penggantinya yang baru ini, kata Darto, juga tidak kenal sawit sama sekali dan dia itu orang kementrian keuangan, bagaimana bisa memimpin sebuah badan yang mengurus sawit?
“Mentri keuangan tidak memiliki good will untuk membantu para petani kelapa sawit yang selama ini jauh dari perhatian BPDP-KS. Sudah jelas, Mentri keuangan ingin terus merecoki Lembaga ini,” tutur Darto dalam keterangan resmi seperti dikutip dari InfoSawit, belum lama ini.
Sebagaimana diketahui, Menteri keuangan pada hari ini 2 Maret 2020 mengangkat mantan Dirjen Bea Cukai itu menjadi Dirut BPDP-KS. Lembaga ini sebagai Badan Layanan Umum yang bernaung di bawah Kementerian Keuangan.
BPDP-KS adalah sebuah Badan yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 melalui PP 24. Badan ini mengelola dana hasil pungutan Ekspor minyak sawit sebesar 50 US$/ton CPO. Hingga kini, Badan ini telah mengelola dana hampir Rp. 50 Triliun. Tujuan pembentukan Badan ini adalah untuk meningkatkan serapan domestik minyak sawit yang sudah over supplai dan sekaligus mendukung program B30 saat ini.
Hingga saat ini dana BPDP-KS dianggap dominan untuk mensubsidi Industri Biodiesel. Hingga akhir 2019, sebanyak Rp 28 triliun telah dialirkan ke industri biodiesel dan hanya 2% mendukung petani dalam bentuk peremajaan sawit dan pelatihan petani.
Dalam UU Perkebunan pasal 93 ayat 4, Badan ini setidaknya harus mendukung 5 aktivitas utama yakni Penguatan Sumber Daya Manusia, Penelitian, Dukungan sarana prasarana, peremajaan sawit dan promosi kelapa sawit. “Dari semua aktivitas itu, hanya Peremajaan sawit dan penguatan SDM petani saja dilakukan dan itupun penguatan SDM bagi petani hanya dilakukan pada 2017 saja dengan alokasi sebesar Rp 15 Miliar.