DI TENGAH - Ini membuat neraca perdagangan membukukan surplus US$ 2,34 miliar, tertinggi sejak 2011. Di satu sisi, neraca pembayaran yang surplus tinggi menjadi kabar baik. Ketersediaan valas di perekonomian domestik meningkat, sehingga tekanan transaksi berjalan (current account) menurun. Ini bisa menjadi modal untuk memperkuat fondasi rupiah. Namun di sisi lain, surplus ini patut dikhawatirkan. Pasalnya data yang ada begitu jelas menggambarkan rantai pasok yang rusak.
Pada Februari, BPS mencatat impor dari Cina turun US$ 1,95 miliar dibandingkan Januari. Penurunan terbesar terjadi di mesin dan peralatan mekanik, mesin dan perlengkapan elektrik, serta barang plastik dan barang dari plastik. Penurunan pasokan barang dari Cina membuat impor secara keseluruhan anjlok. Pada Februari, impor barang konsumsi turun 12,81% YoY dan 39,91% month-on-month (MoM). Kemudian bahan baku/penolong turun 1,5% YoY dan 15,89% MoM. Sedangkan barang modal turun 16,44% YoY dan 18,03% MoM.
Kenaikan ekspor masih terjadi pada barang nonmigas yang mencapai 14,64% dibanding periode yang sama tahun lalu atau tumbuh 2,38% dibanding bulan lalu menjadi US$ 13,12 miliar. Ekspor migas dibanding Januari turun 0,02% menjadi US$ 13,94 miliar, secara year on year-nya turun 26,51%. Kenaikan ekspor masih terjadi pada kelompok barang logam mulia dan perhiasan, kendaraan, lemak dan minyak hewan/nabati, serta bahan bakar mineral. Sedangkan penurunan terjadi pada kelompok barang pakaian dan aksesoris, pulp dan kayu, tembaga, serta alas kaki. Kenaikan ekspor nonmigas terbesar terjadi untuk tujuan Singapura sebesar US$ 281,5 juta. Sedangkan negara dengan penurunan ekspor terbesar Tiongkok sebesar US$ 245,5 juta.
Impor pada Februari turun 5,11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan impor terutama terjadi pada barang nonmigas mencapai 7,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau 19,77% dibanding bulan lalu menjadi US$ 9,85 miliar. Sementara itu, impor migas turun 12,5% dibanding bulan lalu, tetapi naik 10,33% dibanding Februari 2019 menjadi US% 1,75 miliar. Impor pada penggunaan barang, baik konsumsi, bahan baku, maupun barang modal turun baik secara bulanan maupun tahunan. Penurunan paling tajam terjadi pada impor barang konsumsi yang mencapai 39,91% atau 12,81% secara tahunan menjadi US$ 0,88 miliar.
Sedangkan impor bahan baku atau penolong turun 15,89% secara bulanan atau 1,5% secara tahunan menjadi US$ 8,89 miliar dan barang modal turun 18,03% secara bulanan atau 16,44% secara tahunan menjadi US$ 1,83 miliar. Penurunan impor nonmigas terbesar terjadi dari Cina mencapai US$ 1,94 miliar.
Data yang dirilis BPS ini persis dengan apa yang diumumkan di Cina. Pada Januari-Februari 2020, produksi industri Cina turun 13,5% YoY. Ini adalah penurunan pertama sejak awal 1990. Industri manufaktur Cina terpukul hebat oleh penyebaran virus corona. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 10:33 WIB, jumlah kasus corona di Cina adalah 81.020 dan korban jiwa tercatat 3.217 orang. Jumlah kasus dan korban jiwa di Cina adalah yang tertinggi di dunia. Sejumlah pabrik di Cina menjadi korban kebijakan isolasi (lockdown) di kota tempat mereka beroperasi. Karyawan dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Untuk Provinsi Sumatera Utara, BPS Provinsi Sumatera Utara juga mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$198,68 juta pada bulan Januari 2020. Semoga untuk bulan Februari 2020 yang akan dirilis tanggal 1 April 2020 nanti akan terjadi surplus neraca perdagangan lagi. Di bulan Janurai 2020, ekspor ke Cina sebesar US$64,12 juta, sedangkan impornya sebesar US$132,40 juta sehingga terjadi defisit neracara perdagangan Sumatera Utara dengan Tiongkok sebesar US$68,28 juta.
Ekspor utama Sumatera Utara didominasi oleh CPO, Karet dan Barang dari Karet, Berbagai Produk Kimia, Kopi, Bahan Kimia Organik dan Tembakau. Bagaimana pun wabah virus corona ini telah merontokkan industri Cina dan negara-negara di benua Amerika dan Eropa yang menjadi pemasok industri dalam negeri. Semoga wabah penyakit corona ini segera berlalu sehingga perekonomian dapat pulih kembali.
Penulis: M. Dani Iskandar, Statistisi BPS Provinsi Sumatera Utara