loader

Sempat Ditolong Rupiah, Petani Sawit Berpotensi Terpuruk 

Foto

MEDAN, GLOBALPLANET - "Namun kondisinya bisa saja menjadi lebih buruk, jika harga minyak mentah tidak beranjak naik," ujar pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (22/4/2020).

Kata akademisi di sejumlah kampus di Medan ini, harga minyak mentah dunia yang sempat diperdagangkan minus pada perdagangan Senin (20/4/2020) lalu bisa memicu terjadinya tekanan pada harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Imbasnya, kata Gunawan, tentu terjadi penurunan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani. Ia mengungkapkan, minyak mentah yang sempat dijual di harga -$37 per barel, membuat harga CPO turun di kisaran 2100 ringgit per ton.

 

Ia menuturkan, selama tahun berjalan (Januari hingg April 2020), harga CPO secara konsisten anjlok dari kisaran 2700 ringgit menjadi 2100 ringgit per ton. 

 

"Tren harga CPO selama masa penyabaran virus corona mengalami keterpurukan dan  sangat potensial merugikan para petani sawit kita," ujar Gunawan. 

Ia khawatir tren pelemahan harga minyak mentah ini nantinya akan memberikan tekanan besar bagi harga CPO di tingkat perusahaan maupun harga TBS di tingkat petani. 

Ia menyebutkan, saat ini harga TBS di tingkat petani sawit berkisar Rp 1200 hingga Rp 1500 per kg. "Bahkan tidak sedikit petani yang menjual di kisaran harga Rp 1000 per kg," kata Gunawan.

Ia menyarankan agar para petani, pengusaha, masyarakat maupun pemerintah agar bersiap dengan segala kemungkinan buruk dari munculnya pandemik korona yang belum menunjukan adanya kemungkinan akan berakhir dalam waktu dekat. 

Sementara itu, kata Gunawan, di saat yang sama, bukan perkara mudah atau instan jika CPO diarahkan untuk diserap lebih banyak lagi menjadi biodiesel.

"Bahkan, kalau mau hitung-hitungan ekonomi, minyak dunia yang turun tajam belakangan ini justru lebih murah dibandingkan mencampur CPO untuk biodiesel," tegas Gunawan Benjamin

Share

Ads