MEDAN, GLOBALPLANET - "Kami selaku petani sawit Indonesia sepakat apabila PPN TBS diturunkan dari 10% menjadi 1%. Namun kami khawatir apabila PPN 1% ini akan dibebankan ke harga TBS petani," kata Gulat kepada media melalui aplikasi WhatsApp (WA), Jumat (8/5/2020)
Karena, ujar Gulat, dalam pemahaman petani sawit PPN 1% ini bersifat final. Artinya, Gulat menekankan, PPN 1% itu tidak bisa direstitusi oleh pembeli TBS milik petani , dalam hal ini adalah pabrik kelapa sawit (PKS) sebagai pembeli TBS akhir.
"Untuk itu kami berharap keseriusan Kementerian Pertanian untuk memastikan bahwa PPN 1% ini benar-benar tidak digantimodelkan dalam bentuk lain oleh PKS, misalnya memasukkan koefisien PPN 1% ini sebagai pengurang harga TBS petani yang ditetapkan oleh PKS, khususnya PKS komersial," kata Gulat.
Ia menegaskan, saat menggelar telekonfrens internal APKASINDO pada tanggal 29 April 2020, terungkap ada upaya pihak PKS komersial untuk mendahulukan pajak TBS petani sawit, meskipun itu adalah kewajiban.
Sebab, selama ini PPN 10% justru sangat memberatkan petani karena pajak yang didahulukan tersebutkan diasumsikan merupakan uang bank yang jelas dihitung berbunga.
"Di kebanyakan pabrik sawit komersial, beban bunga tersebut masuk dalam koefisien penentuan harga TBS petani, tentu saja versi PKS sendiri, khususnya oleh PKS komersial. Secara teori ekonomi ini tidak salah pembebanan bunga bank tersebut,” papar Gulat.
Gulat mengungkapkan, selama ini banyak sekali modus yang dilakukan oleh PKS-PKS, khususnya PKS komersial, untuk menekan harga dan mengurangi atau memotong timbangan di penerimaan TBS petani di PKS.
Bukan rahasia lagi, kata Gulat, bahwa pada umumnya PKS, khususnya PKS komersial selama ini melakukan Pemotongan timbangan TBS Petani antara 5%-12%.
"Bahkan sampai 20%, dengan berbagai alasan antara lain itu tadi, yakni untuk menutupi bunga bank, mendahulukan PPN 10%, rendemen rendah, buah banyak mentah, buah petani banyak sampahnya, dan segudang alasan lainnya," kata Gulat.
Jadi, kata Gulat, petani sawit berharap PPN 1% itu tidak dibebankan ke petani sawit. Ia sendiri memandang kata kunci dari penurunan PPN ini adalah adanya penghematan biaya produksi.
Sebab, semakin besar nilai Rupiah yang dapat direstitusi petani sawit atas PPN, maka petani sawit bisa meningkatkan sarana produksi seperti untuk pembelian pupuk, dan lainnya.
Kedua, papar Gulat, penurunan PPN ini akan menjadi kilometer nol perbaikan tataniaga TBS yang wajib berdasarkan Permentan Nomor 01/2018.
"Ketiga, harga TBS petani baik itu yang PKP maupun yang Non-PKP akan terdongkrak karena beban pembeli TBS petani seperti PKS atau RAM akan berkurang," tegas Gulat.