loader

Optimis Pasar Modal Lebih Bergairah di Tahun 2021

Foto

MEDAN, GLOBALPLANET.news - Walau menghadapi tantangan sangat berat, terutama dari pandemi Covid-19, namun diyakini kalau tahun 2021 pasar modal Indonesia bisa lebih bergairah dibandingkan tahun 2020.

"Diakui, sepanjang tahun 2020, pasar modal kerap dihadapkan oleh berbagai tantangan dalam kondisi pandemi Covid-19," kata Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Sumatera Utara, Pintor Nasution, hal itu dikatakannya kepada media secara daring, Kamis (31/12/2020), menanggapi perkembangan pasar modal sepanjang tahun ini dan prediksi di tahun 2021.

Kendati demikian, ia menyebutkan regulator pasar modal mampu beradaptasi secara dinamis dan terus berupaya menjawab kebutuhan pasar. "Regulator juga kembali mencatatkan sejumlah pencapaian yang mendukung kemajuan pasar modal Indonesia," ujar Pintor Nasution.

Ia lalu mengungkapkan jumlah perusahaan yang masuk ke pasar modal sepanjang mewabahnya Covid-19 di tahun 2020. "Hingga 30 Desember 2020, telah terdapat 51 perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) dan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI)," ujar Pintor.

Dengan demikian, sambung Pintor, sampai saat ini ada 713 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. "Indonesia pun masih menjadi Bursa dengan jumlah IPO terbanyak di ASEAN," kata Pintor.

Ia menambahkan, aktivitas perdagangan BEI pada tahun 2020 juga mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan rata-rata frekuensi perdagangan yang tumbuh 32 persen menjadi 619 ribu kali per hari di November 2020 dan menjadikan likuiditas perdagangan saham BEI lebih tinggi di antara bursa-bursa di kawasan Asia Tenggara. 

"Pada periode yang sama, rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) berangsur-angsur pulih dan mencapai nilai Rp 9,18 triliun," kata Pintor.

Lalu, sepanjang tahun 2020, jumlah investor di pasar modal Indonesia yang terdiri atas investor saham, obligasi, maupun reksadana, mengalami peningkatan sebesar 56 persen mencapai 3,87 juta Single Investor Identification (SID) sampai dengan 29 Desember 2020. 

"Kenaikan investor ini empat kali lipat lebih tinggi sejak empat tahun terakhir dari 894 ribu investor pada tahun 2016. Selain itu, investor saham juga naik sebesar 53 persen menjadi sejumlah 1,68 juta SID," ujar Pintor.

Kemudian, sambung Pintor, jika dilihat dari jumlah investor aktif harian, hingga 29 Desember 2020 terdapat 94 ribu investor atau naik 73 persen dibandingkan akhir tahun lalu. "Peningkatan jumlah investor serta aktivitas transaksi investor harian tentu merupakan hasil upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) dalam mengedepankan sosialisasi dan edukasi terkait investasi di pasar modal kepada masyarakat," ucap Pintor.

Lalu, seiring dengan meningkatnya partisipasi investor ritel domestik, rekor transaksi perdagangan baru berhasil dicapai pada tahun 2020 ini, yaitu frekuensi transaksi harian saham tertinggi pada 22 Desember 2020 sebanyak 1.697.537 transaksi. Pemahaman di Masyarakat

Selain itu, Pintor menyebutkan, dalam rangka menjangkau seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, BEI telah berupaya untuk memperluas jaringan distribusi seperti menempatkan 30 Kantor Perwakilan di kota-kota besar Indonesia. Melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan institusi, BEI telah mendirikan 504 Galeri Investasi serta 402 komunitas investor.

Pada tahun 2020, ucap Pintor, BEI juga telah meluncurkan sejumlah program, seperti layanan Electronic Indonesia Public Offering (e-IPO) untuk meningkatkan efisiensi proses Initial Public Offering (IPO) serta meningkatkan perlindungan investor.  Selain itu, sambung Pintor, BEI juga meluncurkan aplikasi IDX Virtual Trading yang dapat digunakan sebagai media untuk melakukan simulasi trading bagi calon investor, serta dapat membantu anggota bursa dalam mengedukasi calon investor. 

BEI juga telah secara resmi merilis indeks baru yaitu Indeks IDX Quality30 dan Indeks IDX ESG Leaders yang diharapkan dapat digunakan oleh investor sebagai panduan untuk berinvestasi di Pasar Modal Indonesia. "BEI juga mengikuti arahan pengembangan Pasar Modal Syariah sesuai dengan Roadmap Pasar Modal Syariah 2020 - 2024," sambung Pintor. 

Nah, Pintor menyebutkan upaya pengembangan pasar modal syariah di Indonesia turut diapresiasi oleh pasar global. "Ini ditandai dengan pengukuhan BEI sebagai The Best Islamic Capital Market 2020 dari Global Islamic Finance Awards.," ujar Pintor.

Lalu pada 27 Oktober 2020, BEI meluncurkan IDX DNA atau Sistem Distribusi Keterbukaan Informasi Perusahaan Tercatat Terintegrasi. Selanjutnya BEI juga telah merilis sistem perdagangan obligasi secara elektronik Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) dan Perubahan Maximum Price Movement produk Exchange Traded Fund (ETF) pada 9 November 2020. 

"BEI juga telah meluncurkan IDX 30 Futures dan Government Bond Basket Futures pada 7 Desember 2020," kata Pintor.

Selain itu, pada tahun 2020, SRO telah melakukan peningkatan modal kepada PT IDX Solusi Teknologi Informasi (IDXSTI) yang akan digunakan untuk akusisi PT Micro Piranti Computer (MPC). Akuisisi MPC oleh IDXSTI telah dilaksanakan pada Senin (21/12), sehingga IDXSTI secara resmi menjadi pemegang saham MPC dengan porsi kepemilikan sebesar 96 persen bersama dengan dua pemegang saham MPC lainnya. 

"Langkah akuisisi oleh IDXSTI tersebut diharapkan dapat memberikan sinergi dan dukungan besar terhadap pengembangan serta pertumbuhan industri pasar modal Indonesia ke depan," ujarnya.

Pencapaian lain pada tahun 2020 adalah telah disetujuinya peningkatan batasan ganti rugi pemodal dan juga kustodian oleh PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI). "Persetujuan ini dituang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor Kep-69/D.04/2020 tanggal 23 Desember 2020," ujarnya.

Melalui putusan tersebut, maka proses ganti rugi bagi pemodal menjadi maksimal sebesar Rp 200 juta dari sebelumnya sebesar Rp 100 juta. Sedangkan bagi Kustodian ganti rugi yang dapat diberikan maksimal Rp100 miliar dari sebesar Rp 50 miliar. 

"Peningkatan batasan ganti rugi pemodal ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan investor dan menggairahkan aktivitas investasi di pasar modal Indonesia," ujar Pintor.

Lalu, guna mendukung pengembangan Pasar Modal Indonesia, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) telah melaksanakan pengembangan sistem kliring dan penyelesaian untuk mendukung implementasi sistem e-IPO, optimalisasi transaksi Pinjam Meminjam Efek (PME), yaitu revitalisasi dengan pengembangan layanan berupa PME Bilateral. 

Peningkatan layanan kepada anggota Kliring juga terus ditingkatkan dengan peluncuran layanan aplikasi m-CLEARS, sebuah aplikasi berbasis mobile dengan platform Android dan iOS. Selain itu, guna mendukung pertumbuhan pasar modal syariah KPEI juga telah melakukan pengajuan permohonan fatwa kepada DSN-MUI terkait penerapan prinsip syariah dalam mekanisme kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa atas efek bersifat ekuitas di Bursa. 

Dalam hal melakukan sinergi atas kebijakan dalam pengembangan infrastruktur pasar modal, KPEI meningkatkan kepemilikan saham di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sejumlah satu persen sehingga kepemilikan saham KPEI di KSEI menjadi 12,5 persen. 

Dalam rangka mendukung perluasan peran Lembaga Kliring dan Penjaminan dalam transaksi pasar keuangan, BEI selaku Pemegang Saham KPEI telah melakukan peningkatan Modal Ditempatkan/Disetor KPEI dari semula Rp 165 miliar menjadi Rp 200 miliar. 

Kemudian pada tanggal 13 Agustus 2020, KPEI telah mendapatkan prinsip dari Bank Indonesia untuk menjadi lembaga Central Counterparty (CCP) untuk transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over-the-Counter (SBNT-OTC) di Indonesia. 

Selanjutnya, untuk meningkatan kualitas mutu pelayanan perusahaan, KPEI berhasil meraih sertifikat Sistem Manajemen Kelangsungan Usaha (Business Continuity Management System/BCMS) ISO 22301:2012 dan melakukan renewal sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) ISO 27001, serta penambahan New Data Centre.

Dalam aspek operasional kliring transaksi bursa, terdapat beberapa perkembangan selama tahun 2020, antara lain RNTH Bursa sampai dengan 29 Desember 2020 adalah Rp 9,18 triliun, naik 0,66 persen dibandingkan akhir tahun 2019 sebesar Rp 9,13 triliun. 

Rata-rata nilai dan volume penyelesaian transaksi bursa harian sampai dengan 29 Desember 2020 adalah Rp 3,27 triliun dan 3,31 miliar lembar saham. Sementara pada akhir tahun 2019 sebesar Rp3,42 triliun dan 4,38 miliar lembar saham. Rata-rata efisiensi nilai dan volume penyelesaian transaksi bursa harian tercatat 54,97 persen dan 61,38 persen.

Sementara di tahun 2019 sebesar 48,84 persen dan 56,54 persen. Total penyelesaian transaksi bursa yang diselesaikan melalui mekanisme Alternate Cash Settlement (ACS) sampai dengan 29 Desember 2020 tercatat sebesar Rp 82,99 miliar. 

Sedangkan nilai transaksi PME sampai dengan 29 Desember 2020 sebesar Rp 60,06 miliar, dengan volume 74,50 juta lembar saham. Untuk mengantisipasi kegagalan penyelesaian transaksi bursa dan mengelola risiko kredit, KPEI melakukan pengelolaan agunan Anggota Kliring (AK) dan nasabahnya dengan total nilai agunan per Desember 2020 ini mencapai Rp 26,98 triliun, terdiri dari agunan online sebesar Rp 21,66 triliun dan agunan offline sebesar Rp 5,32 triliun. 

Sampai dengan 29 Desember 2020, total nilai Dana Jaminan tercatat senilai Rp 5,47 triliun, mengalami kenaikan sebesar 8,96 persen jika dibanding posisi akhir tahun 2019 senilai Rp 5,02 triliun. KPEI melakukan penyisihan dan pengelolaan cadangan jaminan, yang dalam persetujuan RUPST terdapat penambahan cadangan jaminan senilai Rp 5,21 miliar yaitu penyisihan sebesar 5 persen dari laba bersih KPEI tahun 2019.

Dengan demikian, kata Pintor, total nilai cadangan jaminan yang dikelola oleh KPEI pada akhir tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi Rp158,37 miliar. KPEI telah secara efektif menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mengelola risiko yang mungkin timbul atas setiap transaksi dan proses penyelesaian transaksi yang dilakukan. 

Hal ini antara lain tercermin dari tidak adanya kasus gagal bayar selama tahun 2020. Bersama BEI dan KSEI, melalui koordinasi dengan OJK, KPEI telah menetapkan serangkaian stimulus yang diberikan kepada stakeholders pasar modal, dengan menerapkan relaksasi atas dana jaminan.

Hal ini dilakukan dengan cara memberikan keringanan atas kutipan setoran dana jaminan kepada anggota kliring yang sebelumnya sebesar 0,01 persen (satu persepuluh ribu) menjadi sebesar 0,005 persen (lima per seratus ribu) dari nilai setiap Transaksi Bursa atas efek bersifat ekuitas. 

Selain itu, ditetapkan juga kebijakan relaksasi penyesuaian nilai haircut saham untuk perhitungan agunan dan nodal kerja bersih disesuaikan setiap anggota kliring. Pengembangan infrastruktur pasar modal lainnya tetap berjalan sesuai jadwal meskipun berada di tengah kondisi pandemi, meliputi pengembangan sistem kliring dan sistem pendukung dalam memperoleh izin usaha atas peran KPEI sebagai CCP untuk transaksi Derivatif SBNT-OTC.

Selain itu, peningkatan kinerja sistem e-CLEARS, yang bertujuan untuk peningkatan kinerja kapasitas dan keandalan sistem e-CLEARS secara berkesinambungan. Terdapat pula pengembangan sistem integrasi manajemen kolateral sebagai upaya untuk memperkuat sistem dan prosedur manajemen risiko dan kebutuhan pengelolaan agunan yang lebih efektif dan efisien. 

Pengembangan lain adalah modifikasi sistem Triparty Repo sebagai bentuk penyempurnaan atas sistem Triparty Repo yang telah ada, serta pengembangan aplikasi m-CLEARS dalam rangka meningkatkan layanan kepada anggota kliring.

KPEI bersama OJK dan SRO akan melakukan serangkaian pengembangan, di antaranya pengembangan sistem kliring obligasi yang melayani transaksi di penyelenggara pasar alternatif dengan mekanisme Straight Through Processing (STP) dengan BI dan KSEI,.

Lalu, melakukan pembaruan teknologi sistem kliring obligasi untuk transaksi ETP dan transaksi bursa dengan platform baru, serta pengembangan Kliring Structure Warrant. Di tengah Pandemi Covid-19, jumlah investor Pasar Modal Indonesia tetap meningkat pesat. Jumlah investor pasar modal Indonesia sesuai dengan data yang tercatat di KSEI per tanggal 29 Desember 2020 naik lebih dari 50% menjadi 3.871.248 dari sebelumnya 2.484.354 pada akhir tahun 2019. 

Peningkatan jumlah investor tersebut salah satunya juga didukung dengan adanya proses digitalisasi di pasar modal Indonesia, khususnya untuk proses pembukaan rekening investasi. Peran platform financial technology (fintech) semakin penting untuk pembukaan rekening investasi di pasar modal. Hal ini didukung dengan data bahwa lebih dari 50 persen investor memiliki rekening investasi di Selling Agent Fintech. 

Penggunaan platform digital tersebut sejalan dengan karakteristik investor pasar modal yang terus bergerak ke usia muda. Berdasarkan data KSEI per 29 desember 2020, jumlah investor berusia di bawah 30 tahun dan 30 sampai dengan 40 tahun telah mencapai lebih dari 70 persen.

Untuk rencana strategis tahun 2021, KSEI telah menyusun 9 program antara lain rencana pengembangan alternatif penyimpanan Dana Nasabah pada Sub Rekening Efek (SRE) untuk instrumen 

Efek Bersifat Ekuitas dan Efek Bersifat Utang dan Investor Fund Unit Account (IFUA) untuk instrumen Reksa Dana. Program ini bertujuan untuk memberikan alternatif tempat penyimpanan dana dalam rangka penyelesaian transaksi di pasar modal. 

Program strategis KSEI lainnya adalah Information Hub yang meliputi pengembangan validasi data investor, baik dengan Ditjen Dukcapil terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Kartu Masyarakat Indonesia di Luar Negeri (KMILN) untuk investor diaspora serta 

pengembangan SRE Syariah dalam rangka mendukung Roadmap Pengembangan Pasar Modal Syariah.  Terdapat juga 3 rencana strategis yang baru dari KSEI yaitu Optimalisasi peran KSEI sebagai Sub Registry Surat Berharga Negara (SBN), Securities Crowd Funding, dan Pengembangan Layanan SRE Syariah.

Share

Ads