JAKARTA, GLOBALPLANET. - Hal ini diungkapkan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) yang telah menerima laporan dari petani sawit peserta IDAPERTABUN. Sebagai informasi, IDAPERTABUN adalah program Kementerian Pertanian penyediaan dana petani peserta Perkebunan Inti-Rakyat dalam kegiatan peremajaan kebun sawit. Sudah banyak petani plasma yang menulis laporannya ke DPP APKASINDO, catatan kami dari 11 provinsi, yang terakhir adalah petani plasma PT Sinarmas.
“Kami sudah tiga kali mengadakan pertemuan dengan petani plasma Sinarmas, kebetulan petani plasma Sinarmas ini adalah anggota tetap APKASINDO,” ujar Dr (c) Ir. Gulat Manurung, MP, CAPO, Ketua Umum DPP APKASINDO.
Ia menjelaskan banyak petani plasma melalui kelompok tani dan koperasi yang meminta pendampingan dari APKASINDO terkait IDAPERTABUN.
"Kami sudah menyiapkan langkah hukum untuk menolong anggota kami, kami sangat serius. Karena ini berkaitan suksesnya Program Strategis Presiden Jokowi-Amin yaitu Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Ya petani ini akan terkendala PSR karena dana pendamping PSR dari BPDPKS yang Rp 30 juta. Kekurangannya diharapkan petani dari tabungan IDAPERTABUN ini. Menurut saya ini sangat konyol dan brutal cara kerja Bumi Putera,” jelas Gulat.
Menurutnya, sedari awal tujuan program ini membantu peremajaan kebun sawit petani 25 tahun kemudian sejak penanaman. Faktanya, petani kesulitan pencairan dana setelah saatnya untuk PSR. Lantaran tata kelola keuangan yang dialami AJB Bumiputera 1992 saat ini sedang kolaps.
Gulat mengatakan bahwa pemerintah terutama Kementerian Pertanian mesti bantu petani. Pasalnya, IDAPERTABUN adalah program pemerintah yang memiliki payung hukum dari Kementerian Pertanian.
“Tidak bisa kementerian lepas tangan. Petani harus dibantu,” tegas kandidat Doktor Hukum Lingkungan Universitas Riau ini.
Kementerian Pertanian tidak hanya sibuk mengurusi tanaman pangan. Namun, petani sawit juga anak dari Kementerian Pertanian.
“Sudah cukup lama kami merasakan minimnya perhatian Kementerian Pertanian. Harapannya, di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo perhatian kepada petani sawit lebih baik. Selama ini kami sudah capek diobok-obok dan dikeroyok oleh kementerian lainnya seperti sawit dalam kawasan hutan. Kemenko Perekonomian dengan ISPO nya, tapi Bapak kami Kementan sepertinya menutup mata dan telinga, ini tidak boleh lagi terjadi,” harapnya.
Gulat Manurung berharap pemerintah daerah dan pusat terkhusus Kementerian Pertanian untuk membantu. Lantaran, IDAPERTABUN diinisiasi Kementerian Pertanian. Jadi, Kementerian Pertanian harus lebih bertanggungjawab.
IDAPERTABUN diatur Regulasi
Program IDAPERTABUN diawali Perjanjian Kerjasama antara Dirjen Perkebunan kala itu, HM Badrun dengan Direktur Utama AJB Bumiputera 1992, Suratno Hadisuwito pada 1 Februari 1995. Dalam perjanjian ini disebutkan pihak Ditjen Perkebunan menyepakati program IDAPERTABUN ini dilaksanakan di wilayah PIR perkebunan melalui perikatan asuransi jiwa yang dilakukan pihak AJIB Bumiputera.
Selanjutnya, Menteri Pertanian RI kala itu, Sjarifudin Baharsjah, membuat surat edaran bernomor KB 520/495/Mentan/XII/95 yang meminta program IDAPERTABUN melalui jasa asuransi di bawah pengelolaan AJB Bumiputera. Asuransi ini bersifat kolektif di mana polisnya dipegang Site Manager atau petugas yang ditunjuk atas nama petani peserta. Pesertanya adalah petani sawit program PIR. Sampai tahun tersebut, Departemen Pertanian berhasil membangun kebun baru PIR seluas 532.066 hektare yang terdiri dari 165.965 ha kebun inti dan 366.191 ha kebun plasma milik petani.
Tiga tahun kemudian terbit Keputusan Menteri Pertanian Nomor 60 1998 Mengenai Pembinaan dan Pengendalian Pengembangan Perkebunan Pola PIR. Di dalam pasal 11 disebutkan bahwa Koperasi/petani plasma mempunyai kewajiban untuk mendorong petani plasma untuk menabung dan atau ikut asuransi guna menyediakan dana untuk peremajaan antara lain melalui IDAPERTABUN.
Berpijak dari aturan yang dibuat pemerintah inilah, banyak petani plasma PIR berminat ikut program ini. Adalah Suprojo, petani PIR, yang masih ingat sosialisasi IDAPERTABUN yang dihadiri perwakilan perusahaan, Dinas Perkebunan kabupaten dan provinsi, Dirjenbun dan pihak asuransi Bumiputera pada Maret 1998. Dalam pertemuan tersebut, petani mendapatkan sosialisasi IDAPERTABUN dan diminta ikut asuransi.
“Ada janji bahwa duit kami tidak akan bermasalah. Bumiputera ini perusahaan besar,” ujar Suprojo mengingat janji tadi dalam pertemuan 23 tahun lalu.
Lantaran itu Suprojo dan rekan-rekannya peserta PIR tertarik ikut IDAPERTABUN. Apalagi ada, perwakilan Ditjen Perkebunan yang hadir dan ikut meneken surat perjanjiannya. “Karena ini program pemerintah, kami ikut. Awalnya, kami pikir Bumiputera ini BUMN, memang petani sawit saat itu cukup lugu,” ceritanya.
Jumlah premi yang dibayarkan bervariasi mulai dari Rp 7.500 – Rp 60.000 per bulan. Petani ada yang mengambil paket IDAPERTABUN sebesar Rp 12 juta. Adapula yang sebesar Rp 60 juta.
Seperti Suprojo yang merupakan petani plasma Sinarmas. Pembayaran premi dilakukan langsung oleh PT Sinarmas sebagai avalis petani, duitnya dipotong dari hasil panen kami tiap bulan. Setelah itu, Sinarmas yang membayarkannya kepada Bumiputera.
“Sinarmas sudah cukup banyak membantu kami, tapi bantuan dari Sinarmas itu tentu ada batasnya dan kami tidak mau jadi beban terus menerus, apalagi sawit kami sudah 25 tahun, sudah masuk periode replanting,” tambah Suprojo.
“Semuanya janji-janji manis diawal-awal, tapi ketika hak kami tagih karena memang sudah saatnya replanting, yang terjadi adalah tunggakan yang sudah menggunung, hampir semua petani plasma yang menabung Idapertabun ke Bumiputera mengalaminya, bahkan ada yang sudah meninggal hak premi pertanggungannya pun tidak dibayar,” ujar Suprojo dengan sedih.
Suprojo menjelaskan bahwa rekan-rekan petani sudah letih mengadu dan berkirim surat kemana-mana, tapi tidak ada yang perduli. “Tinggal harapan kami adalah mengadu ke Organisasi kami, APKASINDO, dan alhamdulillah progres laporan kami sangat kami rasakan saat ini, kami bersyukur menjadi anggota organisasi besar APKASINDO, yang peduli kepada nasib kami,” pintanya.
Gulat Manurung berharap pemerintah daerah dan pusat terkhusus Kementerian Pertanian untuk membantu dan jemput bola, jangan kecolongan lagi. Lantaran, IDAPERTABUN diinisiasi Kementerian Pertanian. Jadi, Kementerian Pertanian harus lebih bertanggungjawab.
“Petani sawit mau ikut asuransi Bumiputera, jelas karena ada embel-embel Idapertabun, program Kementerian Pertanian, itu keringat petani, mereka menuntut uang mereka, bukan minta disangoni,” ujar Gulat menutup pembicaraan.