PALEMBANG, GLOBALPLANET - Belum tuntasnya persoalan tata ruang, masih menjadi persoalan dalam pengembangan sektor kelapa sawit di Indonesia salah satunya di Sumatera Selatan. Hal ini akan berdampak langsung pada petani kelapa sawit dan pengusaha.
GAPKI Cabang Sumatera Selatan secara khusus membahas tentang Pengembangan Kelapa Sawit Menurut RTRWP Sumatera Selatan dalam diskusi Ngobrol Pintar Masalah Sawit (Ngopi Masa) di Arista Hotel Palembang pada Rabu (15/5/2024).
Dalam Diskusi kali ini Gapki menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya, yakni Ir Faustino Do Carmo ST.M.Si Kabid Tata Ruang Dinas PUBM dan Tata Ruang Provinsi Sumsel dan Ir. Sabaruddin, M.Sc, Ph.D Akdemisi dari Universitas Sriwijaya (UNSRI).
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumsel, Alex Sugiarto mengatakan bahwa kepastian RTRW sangat penting untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.
"Seperti kita ketahui persoalan RTRW ini memang masih menjadi kendala, makanya pada kesempatan Ngopi Masa kali ini kita khusus membahas tentang eksistensi dan rencana pengembangan kelapa sawit Menurut RTRWP Sumsel," katanya, saat menyampaikan kata sambutan.
Salah satu masalah kata Alex diantaranya tentang HGU Perusahaan." Persoalan HGU perusahaan yang sekarang baru dinyatakan masuk Kawasan Hutan, sampai saat ini belum ada solusi atau kepastian hukum," terangnya.
Ir Faustino Do Carmo ST.M.Si Kabid Tata Ruang Dinas PUBM dan Tata Ruang Provinsi Sumsel memaparkan bahwa tata ruang penting dan perlu diatur. Hal ini diatur dalam UU No 26/2007 tentang penataan ruang, kemudian PP 21/2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang, Perda No 11/2016 tentang RTRW Provinsi Sumsel yang saat ini sedang direvisi.
"RTRWP Sumsel saat ini masih dalam revisi, makanya perlu adanya masukan dari semua unsur masyarakat," katanya.
Tata ruang perlu diatur untuk rujukan atasi konflik bukan malah memicu konflik, selain itu juga jadi acuan untuk mengeluarkan perizinan.
Urgensi Rencana Tata Ruang dalam eksistensi dan pengembangan Kelapa Sawit menurut Faustino, bahwa rencana tata ruang wilayah membantu mengatur pertumbuhan industri kelapa sawit dengan menetapkan ruang yang sesuai untuk perkebunan.
"Tanpa rencana yang jelas, ekspansi tidak terkontrol bisa menyebabkan deforestasi yang merusak lingkungan dan meningkatkan konflik lahan," ujarnya.
Dengan adanya rencana tata ruang wilayah yang baik, pemerintah dapat menetapkan area-area yang harus dilindungi dari konversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Ini penting untuk menjaga keanekaragaman
hayati dan fungsi ekosistem yang penting bagi lingkungan," ungkapnya.
Rencana tata ruang wilayah dapat membantu mengelola konflik lahan antara industri kelapa sawit, masyarakat lokal, dan masyarakat adat sehingga dapat membantu mencegah konflik yang merugikan dan menciptakan kesepakatan yang adil.
Rencana tata ruang wilayah juga penting untuk
memfasilitasi pemantauan dan penegakan hukum terhadap aktivitas perkebunan kelapa sawit.
Terkait persoalan HGU yang saat ini dinyatakan masuk kawasan hutan saat ini masih dalam pembahasan. "Solusi HGU yang dinyatakan masuk kawasan hutan, maka kita tunggu sampai HGU nya berakhir kemudian selanjutnya tidak akan diperpanjang lagi, atau dihentikan dan ditertibkan. Tapi ini masih perlu dibahas lebih lanjut," jelas Faustino.
Selanjutnya menurut Akademisi UNSRI, Sabarudin M.Sc, Ph.d menjelaskan bahwa kepastian data sangat penting untuk menata Tata Ruang. "Konsistensi data harus kuat. Tata ruang itu menjadi alat kepastian hukum," tegasnya.
Lanjut Sabarudin, RTRW Sawit dan Sustainable Development Goals (SDGs), Sawit Berkelanjutan itu baik untuk Bumi, Manusia, Biodiversitas dan Hutan.
"RTRW Sawit Berkelanjutan berbasis daya dukung dan daya tampung lahan harus dipertimbangkan," terangnya.
Dalam diskusi dengan forum, terdapat saran peserta bahwa seharusnya dalam menyusun maupun merevisi RTRWP perlu memperhatikan Land Use artinya penggunaan lahan yg telah ada, Land Capability artinya memperhatikan kesesuaian lahan dan Land Status artinya apakah statusnya saat ini adalah lindung, HGU atau perizinan lainnya.