PALEMBANG, GLOBALPLANET - Pemprov Sumsel berkomitmen melindungi pekerja di Sumsel termasuk termasuk para pekebun/petani kelapa sawit. Komitmen itu diwujudkan Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbagsel Palembang, di Hotel Novotel Kamis (5/9/2024).
Penandatanganan MoU itu dilaksanakan berbarengan dengan kegiatan Launching Kegiatan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Bagi Pekebun Kelapa Sawit 2024 melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit.
Dalam sambutannya Elen mengakui bawa cover jaminan perlindungan Jamsostek bagi pekerja di sumsel masih cukup rendah baru sekitar 32%. Karena itu pada 2025 mendatang, setelah melakukan hitung-hitungan dan melihat APBD Sumsel, Elen mengatakan Pemprov akan berupaya membantu pembiayaan iuran bagi pekebun sawit.
"Sudah kita hitung dan butuhnya tidak banyak dan agar tidak jadi beban kab/kota, supaya cepat maka beban itu 50% akan diambil alih Pemprov. Ini tidak akan mengganggu program-program kerja yang ada. Tapi bisa cover masyarakat yang sangat rentan jika terjadi macam-macam," tegas Elen.
Lebih jauh Elen juga mengatakan, Pemprov Sumsel menyambut baik kebijakan Pemerintah Pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit. Kebijakan ini merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya para pekebun kelapa sawit di Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berkomitmen untuk mengalokasikan dana tersebut guna memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekebun kelapa sawit. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mewajibkan seluruh rakyat, termasuk pekerja di sektor informal seperti pekebun kelapa sawit, untuk menjadi peserta jaminan sosial.
Dipaparkan Elen, Pemprov memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 1,24 juta hektare, dengan jumlah pekebun mencapai 236 ribu orang. Sayangnya, sebagian besar dari mereka belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan. Padahal, pekerjaan sebagai pekebun kelapa sawit memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.
Melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) yang akan diluncurkan hari ini, kami berharap dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi para pekebun kelapa sawit beserta keluarganya. Apabila terjadi kecelakaan kerja atau meninggal dunia saat bekerja, mereka akan mendapatkan santunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pelaksanaan program JKK dan JKM bagi pekebun kelapa sawit melalui DBH Sawit ini membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), BPJS Ketenagakerjaan, dan seluruh pemangku kepentingan terkait.
"Kami berharap, dengan adanya program ini, dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi pekebun kelapa sawit untuk menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan," jelasnya.
Selain itu, kami juga berharap agar program ini dapat menjadi contoh bagi sektor informal lainnya dalam upaya mewujudkan perlindungan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan diluncurkannya program JKK dan JKM bagi pekebun kelapa sawit diharapkan juga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sumbagsel Palembang, Muyidin memberikan apresiasi yang tinggi pada Pemprov Sumsel atas komitmennya memberikan perlindungan pada kebun sawit di Sumsel. "Ini bahkan merupakan yang pertama di Indonesia," ujar Muhyidin.
Menurutnya komitmen Pemprov Sumsel begitu tinggi, apalagi tahun 2025 Pemprov Sumsel menargetkan akan memberikan perlindungan hingga 36.000 pekebun sawit.
Saat ini dijelaskan Muhyidi kondisi ketenagakerjaan dan jaminan sosial di Indonesia saat ini dari jumlah pekerja baik formal dan informal serta pekerja rentan mencapai 139 juta. Dari jumlah ada pekerja rentan yang memiliki resiko tinggi, dan income yang rendah dan belum terjangkau jaminan sosial.
"Ini memerlukan tangan baik untuk intervensi apakah itu pengusaha atau pemerintah bahkan individu untuk bisa saling bantu," jelasnya.
Di Sumsel sendiri dari 3 juta pekerja yang eligible (layak) baru 32,7 persen atau sekitar 982 ribu pekerja baik formal dan informal.
"Sesuai Rakortek Januari lalu, Sumsel ditarget 37,58 persen oleh BPJS Ketenagakerjan artinya masih ada 138 ribu lagi yang akan kita capai. Alhamdulillah dengan adanya komitmen untuk pekebun sawit inj tinggal sekitar 118 ribu lagi yang harus kita lindungi," paparnya.