PALEMBANG, GLOBALPLANET - Seorang oknum polisi diduga melakukan penyerangan terhadap dua oknum debt collector dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam.
Penyerangan tersebut dilakukan oknum polisi untuk mempertahankan kendaraannya yang mau ditarik oleh debt collector tersebut. Ia adalah Aiptu FN yang saat ini berdinas di Sat Sabhara Polres Lubuklinggau.
Menanggapi hal tersebut praktisi hukum
Andyka Andlan Tama SH MH, mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh debt collector lebih cenderung ke tindakan premanisme yang berkedok debt collector.
"Debt collector sebenarnya profesi tidak melanggar Hukum. Namun banyak debt collector yang sering melanggar aturan dalam menagih hutang," ungkapnya.
Lebih lanjut debt collector dilarang melakukan penagihan secara intimidasi, kekerasan fisik, dan mental ataupun dengan cara cara lain. Misal menyinggung sara atau merendahkan harkat dan martabat serta harga diri penerima pinjaman baik di dunia maya ataupun dunia nyata tertuang pada pasal 436 UU1/2023.
"Apalagi dengan melakukan bersama-sama mengambil paksa, bisa dapat menimbulkan perbuatan pidana baru merampas serta bersama sama. Menjadi unsur kekerasan bisa dikatagorikan dipasal 170 KuHP atau pasal 262 UU1/2023," bebernya.
Debt collector tidak dapat menarik paksa kendaraan nasabah yang menunggak pembayaran, karena hak sita jaminan barang yang menjadi objek sengketa adalah kuasa dari pengadilan setempat. Hal itu tertuang dalam putusan MK nomor 18/PPU-XVII/2019 tertanggal 6 januari 2020
"Apabila pihak debt collector tetap melakukan penarikan itu dapat berpotensi menimbulkan tindak pidana," tandasnya.