PALEMBANG, GLOBALPLANET - Keramaian terjadi di Jalan Gub HA Bastari tepatnya didepan Mapolrestabes Palembang, Rabu (19/2/2025) pagi nampak puluhan warga yang tinggal dipinggiran Jalan Gub HA Bastari menolak tanahnya diukur oleh petugas Sidang Lapangan yang digelar Pengadilan Negeri (PN).
Bahkan warga yang menolak ini dilapangan terlibat saling dorong mendorong saat petugas dari Badan Pertanahan Nasional Palembang dan petugas sidang lapangan hendak melakukan pengukuran, namun berhasil diamankan petugas Polrestabes Palembang hingga kembali kondusif.
Karena lokasi tempat kejadian perkara (TKP) sampai di ruas jalan hingga membuat arus lalu lintas menuju kawasan Jakabaring Palembang tepatnya dibawah Flyover menjadi tersendat karena kendaraan tidak bisa melintas.
Warga menolak pengukuran lahan seluas 8 hektar ini, lantaran mempertahankan hak warisnya tanah yang diklaim milik mereka dan sudah dikuasai sejak dulu dan bersertifikat.
Menurut salah satu warga, Lindawati mengaku mempunyai sertifikat dan hak atas lahan yang bersengketa menjelaskan jika lahan seluas 8000 meter persegi ini sudah ditempati lebih dari 20 rumah.
Dan warga mempertahankan haknya sebagai pemilik lahan, dimana lahan seluas 8000 meter persegi atau seluas 8 hektar ini tengah bersengketa dan kini masuk keranah gugatan di PN Palembang. "Jelas kami menolak pengukuran ini, Kami sudah puluhan tahun tinggal disini dan baru kali ini diusik," katanya.
Sementara, Kuasa Hukum warga atau termohon, Iir Sugiarto ketika diwawancarai mengatakan, agenda hari ini kita menerima undangan sebagai termohon eksekusi dari pihak pengadilan.
"Itu sudah kami sanggah melalui surat ke pengadilan bahwa kami memohon untuk tidak dilaksanakan, putusan yang menjadi dasar dilakukan hari ini bahwa putusan tersebut keputusan yang tidak dapat dieksekusi," katanya di hubungi via telpon.
Mengapa tidak dapat dieksekusi, lanjut Iir Sugiarto bahwa perkara ini 2015 ada 12 tergugat dan pemohon eksekusi hari ini adalah penggugat pada waktu itu.
"Kemudian, bergulir perkaranya diperiksa dan diadili pada pengadilan tingkat pertama gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, kemudian banding lah mereka. Begitu Banding permohonan banding diterima kemudian menyatakan tergugat 1,2,5,6,7 dan seterusnya melakukan perbuatan melawan hukum. Artinya ada dua Tergugat, yakni tergugat 3 dan 4 tidak melakukan perbuatan melawan hukum, karena 1,2, dinyatakan dan 5,6,7 sampai 12 dinyatakan sehingga 3 dan 4 tidak dinyatakan dan artinya sah tanah mereka," jelasnya.
Karena mereka tidak terbukti didalilnya sebagai melakukan perbuatan melawan hukum. "Artinya luas lahan 8585 meter yang diklaim oleh penggugat itu miliknya, itu termasuk tanah 3 dan 4, jadi jika 3 dan 4 tidak dinyatakan perbuatan melawan hukum artinya tidak sampai 8585 harusnya dikurangi. Ini tetap memaksakan dengan melakukan pengukuran ulang pencocokan dengan 8585 itulah persoalan dilapangan kami sanggah. Tetapi sayangnya pengadilan tetap memaksakan dengan dasar ini penetapan pengadilan," tambahnya.
Lanjutnya, betul, yang ditetapkan itu adalah putusan yang akan dilaksanakan konstatering ini SK penetapan nah sekarang apa yang mau dilaksanakan. Putusan, putusan apakah sudah benar. "Putusannya tidak benar masa tergugat 3 dan 4 tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum tetapi luasnya tidak berkurang. Harusnya berkurang dulu," tegasnya.
Oleh karena itu, masyarakat merasa putusan tidak adil. Jadi secara administrasi sudah kita layangkan tiga hari lalu ke pengadilan, "Sanggahan kita diabaikan dan tetap melaksanakan hari ini dan kita sanggah lagi dilapangan. Jadi bukan masyarakat melawan hukum," tukasnya.
Dipertanyakan apakah putusan itu sudah sempurna kalau bicara inkrah iya. "Tetapi sempurna tidak, makanya tadi kita melakukan perlawanan dilapangan. Untuk upaya hukum warga akan koordinasi, dan harusnya menggugat lagi dan proses ulang karena putusan itu tidak bisa dieksekusi, warga disini menolak karena luas lahan tidak sesuai. Amar putusan dengan fakta di lapangan, amar putusan 8585 meter dengan 12 tergugat dan sekarang ada dua Tergugat tidak dinyatakan jadi seharusnya berkurang," tutupnya.
Ahmad Teddy Kusuma Negara