loader

Pengrajin Pelepah Sawit di OKI ini Telah Bertahan Selama 19 Tahun

Foto

OKI, GLOBALPLANET - Tanaman kelapa sawit ini, selain buahnya yang bisa dimanfaatkan dan diolah sebagai minyak kelapa sawit ternyata ada bagian lain yang juga bisa dimanfaatkan, bagian tersebut yakni pelepah sawit.

Pelepah sawit sudah dimanfaatkan oleh masyarakat OKI untuk dijadikan kerajinan tirai atau kerai sejak puluhan tahun yang lalu.

Sehingga, menjadi seorang pengrajin atau penganyam tirai / kerai menjadi salah satu jenis mata pencaharian masyarakat di OKI.

Seperti yang dilakukan oleh pasangan Ibu dan anak, Jariyah dan Kasanah yang tercatat sebagai warga Desa Mukti Sari, Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten OKI adalah salah satu kelompok penganyam tirai / kerai di desa tersebut yang sudah menjalani pekerjaan ini hingga 19 tahun.

"Sudah lama, awal mulai menganyam itu tahun 2000 dari anak saya masih kecil sampai sekarang malah saya sudah punya cucu," katanya.

Dikatakan Jariyah jika pekerjaan ini di desanya sudah dilakukan secara turun temurun, bahkan dirinya mendapatkan ilmu menganyam tirai atau kerai dari ibunya.

"Turun temurun, kalau saya itu pertama dari Ibu. Disini juga hampir setiap rumah bekerja sebagai pengrajin atau penganyam kerai," pungkasnya.

Dijelaskan oleh Jariyah jika dirinya hanya bertugas sebagai penganyam, sehingga nanti tirai atau kerai yang sudah dianyam akan diambil oleh pengepul dari situlah ia baru mendapatkan uang.

"Istilahnya kami ini hanya buruh, nanti ada boss yang ngambil dan ngasih upah nganyam,"

"Upahnya ya cuma sekitar Rp. 2.500 per satu lembar tirai / kerai yang sudah dianyam," tuturnya.

Harga jual yang tidak terlalu mahal menjadi penyebab upah yang didapatkan para penganyam tirai atau kerai kecil.

"Harga jualnya untuk yang wilayah sini sekitar antara Rp. 20.000 hingga Rp. 25.000 perlembarnya tergantung kondisi pasar, ya itulah karena keuntungan sedikit jadi upah juga sedikit," tandasnya.

Suami yang hanya bekerja sebagai pemahat karet dan sedikitnya pilihan jenis mata pencaharian membuat para masyarakat disini tetap bertahan menjadi pengrajin atau penganyam tirai atau kerai.

"Mau bagaimana lagi mas, memang sudah dari dulu pendapatannya dari nganyam kerai ini, suami hanya seorang petani karet. Walau upah dikit, kalau dikumpulkan ya lumayan untuk bantu beli beras," imbuhnya.

Dikatakan lebih lanjut jika mereka tidak bisa setiap hari langsung mendapatkan uang, karena pengepul akan mengambil tirai / kerai dan membayar upahnya jika jumlah yang selesai dianyam sudah banyak.

"Kalau mau dapat uang dan dibayar ya harus mengumpulkan tirai / kerai yang sudah dianyam sampai satu truk penuh itu baru bisa diambil oleh boss, jadi kerai yang sudah jadi ditimbun dan dikumpulkan dulu di rumah," katanya.

Selanjutnya, Jariyah menuturkan jika ia bersama ibunya bisa menyelesaikan tirai / kerai yang sudah dianyam sebanyak 10 lembar dalam waktu dari pagi hingga sore hari.

"Karena sudah terbiasa jadi untuk menyelesaikan satu lembar tirai membutuhkan waktu selama 2 jam, jika dikerjakan berdua bisa selesai dalam waktu 1 hingga 1.5 jam, makanya bisa menghasilkan 10 lembar anyaman," lanjutnya.

Jariyah menjelaskan jika bahan utamanya yakni pelepah sawit, biasanya ada orang yang sudah mengiris tipis-tipis pelepah sawitnya lalu dijemur terlebih dahulu hingga kering dan nantinya dijadikan satu gulungan yang berisi sekitar 250 ruas pelepah yang sudah diiris tipis.

"Kalau kami kan tinggal menganyam saja, satu gulung pelepah sawit jika dianyam hanya menghasilkan satu lembar tirai / kerai,"

"Untuk mendapatkan bahan utama harus membeli dulu kepada para pencari pelepah sawit dengan harga Rp 14.000 pergulungnya," pungkasnya.

Namun sayang sumber mata pencaharian para wanita dan ibu-ibu disini nampaknya tak lama lagi akan terhenti karena tanaman kelapa sawit mulai ditumbangkan untuk dilakukan peremajaan tanaman kelapa sawit.

"Mungkin nanti akan berhenti, karena sekarang sawit sudah mulai ditumbangkan, tidak tahu lagi harus bagaimana jika sumber pendapatan kami berhenti," tutupnya.

Share

Ads