loader

Tantangan Pemilu 2024

Foto

PESTA - demokrasi di Indonesia untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat, provinsi hingga kabupaten/kota akan segera dilaksanakan, tepatnya pada Rabu 14 Februari 2024 mendatang. Pemilu serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. 

Seperti pada pemilu - pemilu sebelumnya, tentu banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi. Tidak hanya oleh pemerintah, penyelenggara, tapi juga rakyat Indonesia secara luas.
Sejak dilaunching tahapan Pemilu oleh KPU pada 14 Juni 2022 lalu, dinamika perpolitikan di Indonesia, mulai dinamis. 

Terutama sejak sejumlah Parpol dan gabungan Parpol mulai menjalin komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Demikian pula saat masuk tahapan pencermatan data pemilih dan kini pencalegkan. Dinamika terus berubah dan berkembang.

Terlepas dari itu, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara Pemilu dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan Pemilu berkualitas di Tahun 2024 mendatang. Selain tentunya masalah teknis persiapan Pemilu, masalah partisipasi pemilih, masalah transparansi, dan tata kelola pemilu yang akuntabel dan masa kampanye. Masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu. Salah satunya tentu soal praktek money politik.

Seperti pada Pemilu 2019 lalu, praktek-praktek politik uang, kemungkinan masih akan mendominasi di Pemilu 2024. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang cenderung prakmatis. Para politikus utamanya para caleg dan tim suksesnya masih akan melakukan segala cara untuk mendapatkan simpati pemilih. Dimungkinkan segala cara akan mereka lakukan untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih.

Praktek Money Politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti Pemilu sebelumnya yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau yang populer disebut "Serangan Fajar". Pada Pemilu 2024, "transaksi suara" dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi secara fulgar. Bahkan kemungkinan, transaksi akan dilakukan tidak dengan "person to person", tapi dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh Caleg/Tim Sukses dengan perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, Kampung/Dusun atau bahkan desa. 

Bisa juga dengan kelompok-kelompok masyarakat/kelompok keagamaan / organisasi pemuda yang lain. Dan kemungkian tidak lagi bicara nilai Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu saja, tapi sudah jutaan untuk satu kelompok masyarakat tersebut.

Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Untuk diketaui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

Bawaslu selaku Pengawas Pemilu yang misinya diantaranya meningkatkan kualitas pencegahan dan pengawasan pemilu yang inovatif serta kepeloporan masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Kemudian meningkatkan kualitas penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu yang progresif, cepat dan sederhana. Memperkuat sistem teknologi informasi untuk mendukung kinerja pengawasan, penindakan serta penyelesaian sengketa pemilu terintegrasi, efektif, transparan dan aksesibel, tentu yang paling akan bekerja keras untuk menghadapi berbagai hambatan, ancaman dan tantangan tersebut. Pada Pemilu 2019, Bawaslu telah melaounching Desa Anti Money Politik dan program lain di sejumlah daerah.

Ada beberapa ancaman lainnya seperti issu sara, ujaran kebencian, berita hoax dan masih banyak lainnya. Beberapa ancaman tersebut untuk saat ini sangat sulit dan sangat susah di hilangkan karena sudah menjadi hal yang tabuh dan lumrah di setiap mendekati pesta demokrasi atau biasa disebut pemilu.


Penulis : Razin Gantama NJ
Mahasiswa FISIP UIN Raden Fatah Palembang

 

Disclaimer: Artikel dan isi tanggung jawab penulis

Share

Ads