loader

Gitu Aja Kok Repot : Politik Damai Lewat Karya Seni

Foto

PALEMBANG, GLOBALPLANET - Gitu aja kok repot, kelakar Gusdur yang melegenda. Apa yang dikatakan Gus Dur bukan menggampangkan melain menyejukkan, mengingatkan kita semua untuk tidak terlalu baperan, tidak memperumit atau mempersulit dan tak memperkeruh suasana. Selasa (6 September 2023).

Di tahun politik, situasi dan suasana memanas perlu ada pendingin membuat mesem, adem ayem. Pemilu merupakan pesta kebudayaan dan ikon peradaban dalam suksesi kepemimpinan.

Menurut Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana, di era post truth seakan semua dimaharkan, wani piro oleh opo, umek bikin puyeng dan memancing konflik dengan berbagai provokasi yang mengobok - obok opini publik. 

Mahar dapat dipahami sebagai tanda saling memahami, saling menerima, sejatinya bukan sebagai transaksi jual beli.

Mahar dapat juga dipahami sebagai wujud penghormatan atau kompensasi atas sesuatu sebagai tanda kasih. Mahar memang bukan bisnis, bisa saja dengan barang atau uang, apa yang diberikan bisa lebih murah atau lebih mahal.

Mahar biasanya berkaitan dengan barang - barang yang berkaitan dengan kekuatan supranatural. Istilah mahar banyak digunakan untuk menghaluskan atau membuat lebih sopan atas sesuatu yang berkaitan dengan politik, jabatan, kekuasaan dan sebagainya.

"Mahar menjadi tanda kesepakatan yang dimanfaatkan para broker untuk menjembatani pemberian rekomendasi, ataupun restu," ujar Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana saat menggelar pameran kartun di Pontianak beberapa waktu lalu.

Para broker sadar kaum ningrat tidak mau kotor tangannya agar tetap terkesan anggun, baik dan benar, walau maunya tetap lebih besar atau lebih banyak.

Broker akan menjadi penghubung sekaligus jagal dan dept collectornya. Para broker memang lihai melayani dan membuat happy para kaum ndoro. Broker inilah yang mondar mandir mencari orang yang cocok untuk permaharan.

Tatkala sudah deal maka broker akan akan mencarikan persyaratan dan mempertemukan dengan ndoro untuk memberi restu atau rekom atau sponsor. Semakin besar sumber daya yang ditransaksikan akan semakin besar maharnya.

"Para broker ini orang yang paling menikmati dan menguasai. Broker bagai promotor tinju, tidak peduli dengan kalah menang yang penting cuan," jelasnya.

Para broker menyadari bahwa pendekatan personal dalam birokrasi menjadi ladang emasnya. Para broker memposisikan sebagai soft power atau smart power. Komunikasi, kedekatan, kepercayaan menyimpan rahasia menjadi kebanggaannya, selama menguntungkan akan semakin loyal.

Pelayanan personal menjadi yang pertama dan utama. Para broker rela untuk "mbabu" asalkan tetap dekat dengan ndoro. Asal "ndoro" senang apapun ia lakukan. Bagai renang katak kerjanya, menyembah ke atas, menyempak yang di samping dan menginjak yang di bawah. Para broker mampu menentukan mahar sesuai dengan stratifikasi kekuatan atau kekuasaan yang ditawarkannya.

Semakin besar proyek yang ditawarkan maka akan mematok mahar besar. Mahar menjadi topeng transaksi. Yang variasinya beragam dari uang tunai, sertifikat, atau apa saja yang dianggap sesuai dengan nominal yang telah disepakatinya.

Mahar menjadi sesuatu yang bukan tabu dan tanpa malu malu dipatok angka. Mahar bukan di pasar dan bukan dipatok dalam besaran angka. Mahar menjadi transaksi informal saling percaya dan apapun yang terjadi tetap maju tak gentar membela yang bayar.

Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana bersama Kartunis Non O yang terdiri dari Sudi Purwono, Gatot Eko Cahyono, Anwar Rosyid, Itok Isdiyanto Iskandan, pelukis Joko Kisworo bersama berbincang bincang menyikapi soal tahun politik yang memanas. Perseteruan di media sosial semakin menggelinding bagai bola salju yang menabrak ke mana mana. Kartun dan dan karikatur kami bahas untuk penyejuk suasana yang nampaknya mulai nggege mongso.

Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana mengatakan memahami makna ""nggege mongso" dalam bahasa Indonesia memang tidak mudah. Namun setidaknya memenuhi unsur, memaksakan kehendak, ada kelicikan dalam kesempitan dijadikan kesempatan, menghalalkan segala cara, tidak bercermin diri dan peduli orang lain susah karenanya, orientasinya melenceng dari keutamaan, ada sifat jumawa, hasrat yang cenderung serakah, pendekatan uang, kekuasaan, dan pendominasian pengeksploitasian sumberdaya, moralitasnya rendah, lupa bahkan mengabaikan penghormatan akan nilai nilai yang diyakini dan berlaku umum serta tidak ada tata krama.

Orang yang nggege mongso akan memanfaatkan kesempitan dalam kesempatan mendominasi semua lini sumberdaya. Akan membangun klik dengan pendekatan personal sebagai kroninya. Kekuasaan dan kewenangan dijadikan alat memaksakan kehendak.

Kepandaiannya, powernya bukan mencerdaskan malah memprovokasi yang membodohi dan mengobok obok opini. Kemampuannya menggunakan berbagai topeng untuk menutupi ketidaktulusannya, sarat kepura puraan, bagai pion yang dikendalikan demi memaksakan kehendak mengabaikan keutamaannya.

"Kaum nggege mongso biasanya lali. Lali itu lupa atau bisa dimaknai lebih luas gila. Gila harta gila tahta bahkan gila wanita. Hidupnya nampak penuh kegelisahan, kelakataan dan perbuatan manis sebagai lip service tiada ketulusan," jelas Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana.

Kaum nggege mongso membangun pengeksploitasian sumber daya dengan model pasar. Wani piro oleh piro. Kaum ini akan dianggap dewa karena bagi sana bagi sini untuk mendapatkan legitimasi dan solidaritas. Yang semuanya semu, floating mass, tidak mempunyai akar rumput. Kaum nggege mongso ini sejatinya sarat supata. Lupa akan sumpah dan janjinya menjadikan karma tiba.

Karikatur maupun kartun di tahun politik dapat menjadi oase untuk berpolitik dengan mesem hati adem ayem. Walaupun ada kritik namun tetap santun dan fun yang digambarkan secara surealis satir karikatural model guyon maton atau guyon parikeno. Kecerdasan sang karikaturis terlihat pada ide teknik dan kritik tegas namun tetap pada koridor yang humanis dalam penyampaiannya.

"Yang dikritik tidak marah walau kuping atau wajahnya memerah namun tetap diikuti senyuman bahkan bisa tertawa lebar. Dampaknya ada penyadaran dan transformasi kebaikan dan kebenaran," tambahnya.

Kartun dan karikatur sama sama mencerahkan, menghibur dan memberi ruang bagi para senimannya berkarya melampiaskan ide gagasan cerdas dalam bentuk rupa. Berdialog dengan cara yang fun membuat kepala dingin tidak terprovokasi anarkisme.

Situasi di tahun politik banyak hal yang nyebelin, dapat dikatakan membuat hati tidak nyaman. Keberadaannya sering dianggap duri dalam daging, dikawatirkan mengganggu atau merusak suasana mesem yang adem ayem. Namun di dalam dunia seni kartun dan karikatur tokoh yang nyebelin malah dikangeni. 

Serdik Sespimmen Polri 63 Kompol Bellen Anggara Pratama mengatakan pameran karikatur ini dapat menarik perhatian pengunjung di tempat publik. Pesan yang disampaikan lewat media seni seperti ini tentunya dapat lebih mengena dan sampai kepada masyarakat.

"Tampilan karikatur dengan konsep pameran di tempat publik dapat dilihat oleh anak anak muda, tidak hanya menghibur tapi juga memberikan motivasi untuk berpolitik dengan damai," ucapnya.

Sementara itu, Pameran Karikatur "Gitu Aja Kok Repot" Polda Sumsel Polrestabes Palembang diselenggarakan di Palembang Indah Mall (PIM) dan Palembang Icon (PI). 

Share

Ads