MUBA, GLOBALPLANET - Kepala Dinas Perkebunan Muba, Iskandar Syahrianto mengatan, dari hasil tinjauan pihaknya di pabrik di Kabupaten Muba, diketahui adanya penurunan produksi karet, sehingga berpengaruh pada penyerapan karet para petani. "Turun 60-70 persen, sebelumnya normal 400-500 ton perhari, sekarang hanya 100-150 ton perhari," ujar dia.
Turunnya produksi kata Iskandar karena permintaan terutama industri berbasis karet alam seperti ban kendaraan, turun drastis. Karenanya yang bisa dilakukan adalah mendorong permintaan domestik seperti aspal karet. "Baru aspal karet untuk jalan nasional, ada juga di Muba namun tidak diikuti daerah lainnya. Karenanya harapan kita ada regulasi yang mengatur untuk menambah serapan aspal karet," ujarnya.
Iskandar menurutkan jika seandainya skenario pabrik tidak mengirim lagi barang ekspor karena China, Jepang dan Amerika sudah mengirim surat penghentian ekspor, terutama untuk pabrik-pabrik ban besar. Itu berarti pabrik tidak bisa menampung karet lagi.
"Nah karet itu dilakukan pembelian oleh pemerintah, namun nilainya cukup besar. Kalau kita berpikir diangka 250 ribu ton satu bulan artinya uang yang dikeluarkan sekitar Rp3,6 triliun untuk seluruh Indonesia," katanya.
Sebenarnya kata Iskandar ada cara lain, dia menjelaskan, saat ini bisa jadi momentum untuk melakukan peremajaan karet agar produktifitas lahan lebih meningkat. Tapi harus dilakukan interproving dengan penanaman tanaman lain dilahan, seperti jagung atau semangka. Jadi dapat membuat petani mendapatkan pendapatan lain selagi menunggu karet yang baru dapat disadap 3-4 tahun mendatang," katanya.
Sebelumnya, Kades Bailangu Timur, Marbudi beberapa waktu lalu mengungkap petani mereka kesulitan lantaran banyak pabrik tidak bisa menampung karet. "Walau harga jatuh masih bisa jual, tapi ini gak ada yang terima, jadi sangat terdampak," tandas dia.